PAPER PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA SISTEM ALIRAN TERTUTUP “ PENGARUH PEMBELOKAN (ELBOW) TERHADAP KEHILANGAN ENERGI PADA SALURAN PIPA GALVANIS ”
DISUSUN OLEH : FEBRI IRAWAN ( 05091002006 ) SEPTI EFRIKA SARI ( 05091002011 ) NOVITA SARI INDAWAN ( 05091002022 ) AFFAN BUDIAWAN ( 05091002002 ) AHMAD ARTANTO ( 05091002040 ) DERY SAPUTRA ( 05071006035 ) DITO GUSTIANTO ( 05061006017 ) KELOMPOK 1 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDERALAYA 2010
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan Paper ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Paper ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang mekanika fluida, yang kami sajikan berdasarkan dari berbagai sumber. Paper ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya paper ini dapat terselesaikan. Paper ini memuat tentang “PENGARUH PEMBELOKAN (ELBOW) TERHADAP KEHILANGAN ENERGI PADA SALURAN PIPA GALVANIS ”. Walaupun paper ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Semoga paper ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun paper ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih. Palembang, 03 Desember 2010
Penyusun
DAFTAR ISI COVER…..………………………………………………………..........................….1 KATA PENGANTAR…………………………………………………………….….2 DAFTAR ISI ……………………………………………...……………………….…3 BAB I PENDAHULUAN ……………………………..…………………………..…4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….……….8 BAB III PEMBAHASAN……………………………………………….….………32 BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………48 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….50
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sistem jaringan pipa digunakan oleh perusahaan- perusahan sebagai
pendistribusian air minum, minyak maupun gas bumi. Demikian juga dengan keperluan air pada rumah tangga, sistem jaringan pipa ini paling banyak digunakan baik untuk penyaluran air bersih maupun sanitasi. Jaringan pipa air bersih atau instalasi air bersih adalah suatu jaringan pipa yang digunakan untuk mengalirkan atau mendistribusikan air, baik itu dari sumber air ke penampungan air maupun dari provider ke konsumen. Dimana pada aliran normal terjadi karena adanya perbedaa n tinggi tekanan/perbedaan elevasi muka air. Sedangkan pada aliran mekanik digunakan pompa air, sehingga dapat mengalirkan air dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi. Pipa yang paling banyak digunakan adalah pipa besi (galvanis) dimana pipa galvanis, lebih kuat, tahan terhadap temperatur tinggi, tidak mudah pecah atau bocor dan mudah dipasang, serta tahan lama. Pipa ini tersedia dipasaran dengan berbagai merek baik yang diproduksi oleh industri dalam negeri maupun dari produk impor. Pada aliran air salah satu gangguan atau hambatan yang sering terjadi dan tidak dapat diabaikan pada aliran air yang menggunakan pipa adalah kehilangan energi akibat gesekan (mayor lose) dan minor lose (adanya perubahan arah, perubahan penampang serta gangguan- gangguan lain yang mengganggu aliran normal. Hal ini menyebabkan energi aliran air semakin lemah dan mengeci). Kebutuhan air yang harus dipenuhi akan menentukan ukuran dan tipe sistem distribusi yang di inginkan misalnya dipakai kebutuhan 1000 liter/orang untuk suatu jaringan, maka kita harus merencanakan debit dan tekanan yang akan diberikan. Sedangkan tekanan menjadi penting karena tekanan rendah akan mengakibatkan masalah dalam distribusi jaringan pipa, namun bila tekanan besar akan memperbesar kehilangan energi. Panjangnya jarak tempuh pendistribusian air, mengakibatkan timbulnya
pemasalahan pada perencanaan instalasi perpipaan, diantaranya adanya kontur tanah/lahan yang tidak rata, gedung- gedung, jalan raya, serta instalasi-instalasi lainnya. Untuk itu perlu pembelokan arah pipa agar tidak mengganggu instalasiinstalasi lainnya. Akibat sambungan dan pembelokan serta kurangnya perawatan dan akibat umur pipa akan timbul permasalahan pada aliran seperti adanya : a) kebocoran, b) lebih sering terjadi kerusakan pipa atau komponen lainnya, c) besarnya tinggi energi yang hilang dan d) penurunan tingkat layanan penyediaan air bersih untuk konsumen (Kodoatie, 2002: 262) , dan masih banyak permasalahan lainnya. Kehilangan energi akibat perubahan arah pada pipa dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu pembelokan karena adanya sambungan yang terkesan tiba-tiba/tajam, pembelokan ini disebut Elbow dan pembengkokan secara berangsur -angsur pembengkokan ini disebut Bends. Perbedaan kedua perubahan arah itu bisa dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1.1 Perubahan Arah Pada Pipa Elbow adalah pembelokan yang biasanya terjadi diakibatkan adanya sambungan pipa, sambungan yang dipakai adalah fitting /keni. Fitting yang biasa dijual dipasaran adalah sudut 45o dan 90o.
1.2 Permasalahan Akibat perubahan arah pipa, maka banyak permasalahan baru yang timbul diantaranya adalah permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagimana pengaruh kehilangan energi akibat dari pembelokan tersebut?
Batasan Masalah
1.3
Dalam penelitian ini
hanya
akan
diteliti
kehilangan energi pada
pembelokan fitting elbow 45o dan elbow 90o , dengan menggunakan alat pengukur kehilangan energi (apparatus fluid friction ) yang terbuat dari pipa galvanis berdiameter
¾” yang dijual di pasaran. Adapun tempat penelitian
dilakukan di laboratorium hidrolika Unnes dan Polines. Tujuan
1.4
Tujuan dari paper ini, yaitu : 1. Mengetahui pengaruh pembelokan (elbow) terhadap kehilangan energi pada saluran pipa galvanis berdiameter ¾” dengan sudut 45o dan 90o. 2. Mengetahui besarnya kehilangan energi akibat pembelokan tersebut pada masing-masing elbow 45o dan 90o.
1.5 Penegasan Istilah Untuk menghindari adanya salah penafsiran dari maksud judul dari skripsi ini, maka perlu adanya penegasan istilah pada judul sebagaimana berikut : 1.5. 1 Pengaruh Menurut Winarno (1990:52), pengaruh adalah perubahan yang terjadi pada suatu benda akibat suatu perlakuan tertentu terhadap benda itu. Dalam penelitian ini yang dimaksud pengaruh adalah perubahan pembelokan terhadap kehilangan energi pada saluran pipa galvanis berdiameter ¾” pada pembelokan dengan sudut o
45
o dan 90 .
1.5. 2 Pembelokan Pembelokan (elbow ) merupakan perubahan arah dikarenakan adanya sambungan pada instalasi perpipaan yang terlihat menyiku ataupun patahan pada pipa, bukan perubahan arah secara berangsur-angsur. Perubahan arah pipa yang diteliti yaitu pembelokan (elbow) 45o dan 90o. 1.5. 3 Kehilangan Energi
Kehilangan Energi (head lose ) adalah adanya energi yang berkurang pada aliran air dalam saluran tertutup. Adapun yang dimaksud kehilangan energi dalam penelitian ini adalah kehilangan energi sekunder akibat pengaruh pembelokan. 1.5. 4 Saluran Pipa Saluran pipa merupakan saluran tertutup aliran fluida dengan tampang aliran penuh. Perbedaan mendasar dengan saluran terbuka adalah adanya permukaan bebas berupa udara pada saluran terbuka. Saluran terbuka mempunyai kedalaman air 'y' sedang pada pipa air tersebut ditransformasikan berupa 'p/?'. 1.5. 5 Pipa Galvanis Pipa galvanis adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang lingkaran terbuat dari bahan besi tuang yang digunakan untuk mengalirkan zat cair atau gas di bawah tekanan (Triatmojo, 1996:5 8).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1 .1 Fluida Fluida adalah zat cair yang bisa mengalir menempati ruangan, mempunyai partikel yang mudah bergerak dan berubah bentuk tanpa pemisahan massa (Triatmodjo, 1993:9). Tahanan fluida terhadap perubahan bentuk sangat kecil, sehingga fluida dapat dengan mudah mengikuti bentuk dan ruang serta tempat yang membatasinya. Pada fluida kental (viscous) maupun fluida cair (liquid ) apabila ada gaya geser yang bekerja padanya akan mengalami pergerakan antara satu bagian terhadap bagian lainnya. Ini berarti bahwa fluida tida k dapat menahan gaya geser. Fluida dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu zat cair dan gas. Zat cair terlihat memiliki volume tertentu, dan dapat berubah bentuk mengikuti ruang yang di tempatinya. Zat ini memerlukan perubahan tekanan dan temperatur yang besar untuk memperoleh perubahan volume yang mudah terlihat. Adapun gas akan selalu mengisi tempatnya betapapun besarnya volume pada temperatur dan tekanan tertentu. Zat cair dan gas mempunyai sifat-sifat yang sama, yang antara lain adalah: (1) kedua zat ini tidak melawan perubahan bentuk, (2) keduanya juga tidak mengadakan reaksi terhadap gaya geser, yaitu gaya yang sejajar dengan permukaan lapisan- lapisan fluida yang mencoba untuk menggeser lapisanlapisan tersebut terhadap yang lainnya. Oleh karena itu apabila ada sentuhan sedikit saja, dua lapisan yang saling berdampingan akan bergerak antara satu terhadap yang lainnya. 2.1 .2 Aliran Pada Saluran Tertutup Saluran tertutup atau saluran pipa biasanya digunakan untuk mengalirkan
fluida di bawah tekanan atmosfer (tampang aliran penuh), karena apabila tekanan di dalam pipa sama dengan tekanan atmosfer (zat cair di dalam pipa tidak penuh), maka aliran termasuk dalam pengaliran terbuka. Fluida yang dialirkan melalui pipa bisa berupa zat cair atau gas dan tekanan bisa lebih besar atau lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan atmosfer adalah tekanan dipermukaan zat cair di sepanjang saluran terbuka. Pada pipa yang alirannya tidak penuh dan masih ada rongga yang berisi udara maka sifat dan karakteristik alirannya sama dengan aliran pada saluran terbuka (Kodoatie, 2002:215). Contoh di lapangan adalah aliran air pada goronggorong, dimana air hanya mengalir pada bagian bawah/tidak penuh pada pipa. Pada kondisi air penuh, desainnya harus mengikuti kaidah aliran pada pipa, namun bilamana aliran air pada gorong-gorong didesain tidak penuh maka sifat alirannya adalah sama dengan aliran pada saluran terbuka. Zat cair riil didefinisikan sebagai zat yang mempunyai kekentalan, berbeda dengan zat cair ideal yang tidak mempunyai keke ntalan. Kekentalan disebabkan karena adanya sifat kohesi antara partikel zat cair. Karena adanya kekentalan zat cair maka terjadi perbedaan kecepatan partikel dalam medan aliran. Partikel zat cair yang berdampingan dengan dinding batas akan diam (kecepatan nol) sedang yang terletak pada suatu jarak tertentu dari dinding akan bergerak. Perubahan
kecepatan tersebut merupakan fungsi jarak dari dinding
batas. Aliran zat cair riil disebut juga aliran viscous. 2.1. 1. 1 Hukum Newton Tentang Kekentalan Zat Cair Kekentalan zat cair menyebabkan terbentuknya gaya- gaya geser antara 2 (dua) elemen. Keberadaan kekentalan ini menyebabkan terjadinya kehilangan energi selama pengaliran atau diperlukan energi untuk menjamin adanya pengaliran. Hukum Newton tentang kekentalan menyatakan bahwa tegangan geser antara 2 (dua) partikel zat cair yang berdampingan adalah sebanding dengan perbedaan kecepatan dari kedua partikel (gradien kecepatan) seperti terlihat pada gambar 2.1 yang berbentuk :
....................................................................................
(2.1)
Dengan = tegangan geser, µ = viskositas molekuler dinamik
Gambar 2.1 Definisi Tegangan Geser. (T riatmojo, 1996:2) Seperti yang ditunjukan oleh persamaan (2.1) dan gambar (2.1), apabila 2 (dua) elemen zat cair yang berdampingan dan bergerak dengan kecepatan berbeda, elemen yang lebih cepat akan diperlambat dan yang lebih lambat akan dipercepat. Tegangan geser ?
pada lapis 1 (satu) bagian bawah mempunyai arah ke kiri
karena bagian tersebut tertahan oleh lapis dibawahnya yang mempunyai kecepatan lebih rendah. Sedangkan lapis 2 (dua) bagian atas bekerja tegangan geser dalam arah ke kanan karena bagian tersebut tertarik oleh lapis di atasnya yang mempunyai kecepatan lebih besar. Pada permukaan antara dinding batas dan aliran zat cair juga terjadi tegangan geser dengan arah berlawanan dengan arah aliran. Tegangan geser pada dinding batas ini cukup besar karena gradien kecepatan di daerah tersebut sangat besar.
2.1. 1. 2 Aliran Laminer dan Turbulen Pada aliran viskos ada aliran laminer dan turbulen. Dalam aliran laminer partikel- partikel zat cair bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar tanpa ada kecenderungan pada gerakan memutar. Aliran ini terjadi apabila kecepatan kecil dan atau kekentalan besar.
Pengaruh kekentalan adalah sangat besar sehingga dapat meredam gangguan yang
dapat
menyebabkan
aliran
menjadi
turbulen. Dengan
berkurangnya kekentalan dan bertambahnya kecepatan aliran maka daya redam terhadap gangguan akan berkurang, yang sampai pada suatu batas tertentu akan menyebabkan terjadinya perubahan aliran dari laminer ke turbulen. Pada aliran turbulen gerak partikel- partikel zat cair tidak t eratur. Aliran ini terjadi apabila kecepatan besar dan kekentalan zat cair kecil. 2.1. 1. 3 Percobaan Osborn Reynolds Pada
tahun 1884 Osborn
Reynolds
melakukan
percobaan
untuk menunjukkan sifat-sifat aliran laminer dan aliran turbulen. Alat yang digunakan terdiri dari pipa kaca yang dapat melewatkan air dengan berbagai kecepatan (gambar 2.2). Aliran tersebut diatur oleh katub A. Pipa kecil B yang berasal dari tabung berisi zat warna C. Ujung yang lain berada pada lubang masuk pipa kaca.
Gambar 2.2 Alat Osborn Reynolds. (Triatmojo, 1996:3)
Reynolds menunjukkan bahwa kecepatan aliran yang kecil di dalam aliran kaca, zat warna akan mengalir dalam suatu garis lurus seperti benang yang sejajar dengan sumbu pipa. Apabila katub dibuka sedikit, kecepatan akan bertambah besar dan benang warna mulai berlubang yang akhirnya pecah dan menyebar pada seluruh aliran dalam pipa (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. (a) Aliran Laminer, (b) Kritik, dan (c) Turbulen. (Triatmojo, 1996:4) Kecepatan rata -rata pada benang warna mulai pecah disebut kecepatan kritik. Penyebaran dari benang warna disebabkan oleh percampuran dari partikelpartikel zat cair selama pengaliran. Dari percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kecepatan kecil, percampuran tidak terjadi dan partikel- partikel zat cair bergerak dalam lapisan- lapisan yang sejajar, dan menggelincir terhadap lapisan di sampingnya. Keadaan ini disebut aliran laminer. Pada kecepatan yang lebih besar, benang warna menyebar pada seluruh penampang pipa, dan terlihat bahwa percampuran dari partikel- partikel zat cair terjadi, keadaan ini disebut aliran turbulen. Reynolds menunjukkan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu angka tertentu. Angka tersebut diturunkan dengan membagi kecepatan aliran di dalam pipa dengan nilai , ?/?D yang disebut dengan angka Reynolds. Angka Reynolds mempunyai bentuk berikut ini:
dengan V = kecepatan , D = diameter pipa, v (nu) adalah kekentalan kinematik. Dari percobaan yang dilakukan untuk aliran air melalui pipa dapat disimpulkan bahwa pada angka Reynolds rendah gaya kental dominan sehingga aliran adalah laminer. Dengan bertambahnya angka Reynolds baik karena bertambahnya kecepatan atau berkurangnya kekentalan zat cair atau bertambah besarnya dimensi medan aliran (pipa), akan bisa menyebabkan kondisi aliran lamin er menjadi tidak stabil. Sampai pada suatu angka Reynolds di atas nilai tertentu aliran berubah dari laminer menjadi turbulen. Berdasarkan pada percobaan aliran di dalam pipa, Reynolds menetapkan bahwa untuk angka Reynolds di bawah 2000, gangguan aliran da pat diredam oleh kekentalan zat cair, dan aliran pada kondisi tersebut adalah laminer. Aliran akan turbulen apabila angka Reynolds lebih besar dari 4000. Apabila angka Reynolds berada diantara kedua nilai tersebut 2000
<4000 aliran adalah transisi. Angka Reynolds pada kedua nilai di atas (Re=2000 dan Re=4000) disebut dengan batas
kritik bawah dan atas. 2.1. 1. 4 Hukum Tekanan Gesek
Reynolds
menetapkan
hukum
tekanan
gesek dengan
melakukan pengukuran kehilangan energi di dalam beberapa pipa dengan panjang
ber beda dan
untuk
berbagai
debit
aliran.
Percobaan
tersebut
memberikan hasil berupa suatu grafik hubungan antara kehilangan energi h f dan kecepatan aliran V. Gambar 2.4 Menunjukkan kedua hubungan tersebut yang dibuat dalam skala logaritmik untuk diameter tert entu.
Gambar 2.4. Grafik Kehilangan Energi-Kecepatan. (Triatmojo, 1996:5) Bagian bawah dari grafik merupakan garis lurus, dengan kemiringan 45º, yang menunjukkan bahwa h f
sebanding dengan V, yang merupakan sifat aliran
laminer. Sedang bagian atas merupakan garis lurus dengan kemiringan n, dengan n antara 1,75 dan 2,0 yang tergantung pada nilai Re dan kekasara n pipa. Hal ini menunjukkan bahwa h f
sebanding dengan
n V , nilai pangkat yang besar
berlaku untuk pipa kasar sedang yang kecil untuk pipa halus. Grafik tersebut di atas menu njukkan bahwa kehilangan energi pada aliran turbulen lebih besar dari aliran laminer. Hal ini disebabkan karena adanya turbulensi yang dapat memperbesar kehilangan energi. 2.1. 1. 5 Aliran Laminer dalam Pipa Dalam aliran laminer partikel- partikel zat cair bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar. Aliran laminer lebih mudah terjadi bila kecepatan aliran relatif kecil sedangkan viskositas cairan besar dan pengaruh kekentalan cukup dominan dibandin gkan dengan kecepatan aliran, sehingga partikel- partikel
zat cair akan bergerak teratur menurut lintasan lurus. Secara matematis aliran laminer akan
terjadi bila
perbandingan
momentum dan gaya viskos ada di bawah 2000, atau yang lebih dikenal dengan bilangan Reynolds (Re) < 2000. Kehilangan energi selama pengaliran melalui pipa diturunkan dengan menggunakan gambar 2.5, kehilangan energi pada pengaliran antara titik 1 dan 2 adalah : .................................................... (2.3) Karena V1 = V2, maka :
................................................................. (2.4) Apabila nilai ? P dari persamaan
disubstitusikan ke dalam bentuk di atas,
akan diperoleh :
........................................................................ (2.5) ........................................................................
(2.6)
dengan v (nu) adalah kekentalan kinematik
Gambar 2.5. Kehilangan Energi. (Triatmojo, 1996:11) Persamaan ini dikenal sebagai persamaan Poiseuille. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa aliran laminer tidak dipengaruhi oleh bidang batas atau kekasaran dinding. Gambar 2.6 menunjukkan distribusi kecepatan dan tegangan
geser di dalam pipa lingkaran. Tegangan geser pada dinding pipa biasanya diberi notasi t 0.
Gambar 2.6 Distribusi Kecepatan dan Tegangan Geser. (Triatmojo, 1996:12) 2.1. 1. 6 Aliran Turbulen dan Tegangan Reynolds Turbulensi adalah gerak partikel zat cair yang tidak teratur. Turbulensi ditimbulkan oleh gaya -gaya viskos dan gerak lapis zat cair yang berdampingan pada kecepatan berbeda. Aliran turbulen akan terjadi pada bilangan Reynolds (Re) lebih besar dari 4000. Analisa teoritis persamaan kehilangan energi pada aliran turbulen (Re > 4000) akan lebih sulit dibandingkan yang terjadi pada aliran laminer. Hal ini disebabkan adanya ketidakteraturan aliran turbulen. Faktor gesekan f dapat diturunkan secara matematis untuk aliran laminer, tetapi belum ada hubungan matematis yang sederhana untuk aliran turbulen. Untuk pipa- pipa halus dan kasar hukum- hukum tahanan universal dapat diturunkan dari : ........................................................................ (2.7) dengan: f = faktor gesek t 0 = tegangan geser pada dinding pipa ? = kerapatan air (density ) V = kecepatan aliran Untuk
menentukan
tegangan
geser
yang
ditimbulkan
oleh
turbulensi,
dipandang aliran zat cair melalui elemen dengan luas dA (lihat gambar 2.7)
Gambar 2.7 Transfer Momentum dalam Aliran Zat Cair. (Triatmojo, 1996:18) Pada gambar 2.7, v' adalah kecepatan tegak lurus dA dan u' adalah fluktuasi kecepatan atau perbedaan kecepatan pada kedua sisi luasan. Massa zat cair yang melalui dA dalam satu satuan waktu adalah: dM = ?v'dA dengan menggunakan persamaan momentum: dF = dM du atau : dF = ?v'dAu' Tegangan geser t karena fluktuasi turbulen diperoleh dengan membagi persamaan di atas dengan dA:
Atau :
........................................................................ (2.8)
Tegangan
geser
yang
diberikan
oleh
persamaan
(2.8)
dikenal
sebagai
tegangan Reynolds.
2.1. 1. 7 Kekasaran Permukaan Pada zat cair ideal, aliran melalui bidang batas mempunyai distribusi kecepatan merata. Sedang pada zat cair riil, karena adanya pengaruh kekentalan, kecepatan di daerah dekat bidang batas mengalami perlambatan dan pada bidang batas kecepatan adalah nol. Lapisan zat cair di dekat bidang batas di mana pengaruh kekentalan dominan disebut dengan lapis batas. Konsep adanya sub lapis laminer di dalam lapis batas pada aliran turbulen dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kekasaran permukaan. Apabila
permukaan bidang batas dibesarkan, akan terlihat bahwa permukaan tersebut tidak halus seperti yang ditunjukkan dalam gambar 2.8 Tinggi efektif ketidakteraturan permukaan yang membentuk kekasaran disebut dengan tinggi kekasaran k. Perbandingan antara tinggi kekasar an dan jari- jari hidraulis (k/R) atau diameter pipa (k/D) disebut dengan kekasaran relatif. Pada gambar 2.8.a tinggi kekasaran lebih kecil dari sub lapis laminer (k
dT ), maka kekasaran permukaan akan berpengaruh di daerah turbulen sehingga mempengaruhi aliran di daerah tersebut. Permukaan ini disebut hidraulis kasar
Gambar 2.8 Pengaruh Kekasaran Pada Sub Lapis. (Triatmojo, 1996:22) 2.1 .3 Kehilangan Energi (Head Lose) Zat cair yang ada di alam ini mempunyai kekentalan, meskipun demikian dalam berbagai perhitungan mekanika fluida ada yang dikenal atau dianggap sebagai fluida ideal. Menurut Triatmojo (1996:1), adanya kekentalan pada fluida akan menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu bergerak. Tegangan geser ini akan merubah sebagian energi aliran menjadi bentuk energi lain seperti panas, suara dan sebagainya. Pengubahan bentuk energi tersebut menyebabkan terjadinya kehilangan energi. Secara umum di dalam suatu instalasi jaringan pipa dikenal dua macam
kehilangan energi :
2.1. 2. 1 Kehilangan Energi Akibat Gesekan Kehilangan energi akibat gesekan disebut juga kehilangan energi primer (Triatmojo, 1996:58) atau Mayor lose (Kodoatie, 2002:245). Terjadi akibat adanya ke kentalan zat cair dan turbulensi karena adanya kekasaran dinding batas pipa dan akan menimbulkan gaya gesek yang akan menyebabkan kehilangan energi di sepanjang pipa dengan diameter konstan pada aliran seragam. Kehilangan energi sepanjang satu satuan panja ng akan konstan selama kekasaran dan diameter tidak berubah.
2.1. 2. 2 Kehilangan Energi Akibat Perubahan Penampang dan Aksesoris. Kehilangan
energi akibat perubahan penampang dan aksesoris lainnya
disebut juga kehilangan energi secunder (Triatmojo, 1996:58) atau minor lose (Kodoatie, 2002:245). Misalnya terjadi pada perubahan arah seperti pembelokan (elbow), bengkokan (bends), pembesaran tampang (expansion ), serta pengecilan penampang (contraction). Kehilangan energi sekunder atau minor lose ini akan mengakibatkan adanya tumbukan antara partikel zat cair dan meningkatnya gesekan karena turbulensi serta tidak seragamnya distribusi kecepatan pada suatu penampang pipa. Adanya lapisan batas terpisah dari dinding pipa maka akan terjadi olakan atau pusaran air. Adanya olakan ini akan mengganggu pola aliran laminer sehingga akan menaikkan tingkat turbulensi. Pada aliran laminer akan terjadi bila bilangan Reynolds (Re) < 2000, dengan persamaan kehilangan energi pada aliran laminer sepanjang pipa L menurut Hagen-Poseuille adalah sebagai berikut: ........................................................................
Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk :
(2.9)
........................................................................ (2.10)
Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk persamaan Darcy-Weisbach. ........................................................................ (2.11)
Dengan : f = faktor gesek
Re = angka Reynolds
2.1 .4 Pipa Halus Koefisien gesekan pipa tergantung pada parameter aliran, apabila pipa adalah hidrolis halus parameter tersebut adalah kecepatan aliran diameter
pipa
dan kekentalan zat cair dalam bentuk angka Reynolds. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Blasius, mengemukakan bahwa rumus gesekan f untuk pipa halus dalam bentuk :
Dari persamaan empiris koefisien gesekan te rsebut di atas akan dapat dihitung kehilangan energi di sepanjang pipa berdasar persamaan DarcyWeisbach. Sedangkan percobaan Nikuradse memberikan persamaan yang agak berbeda dengan Blasius. Persamaan tersebut adalah :
........................................................................
(2.12)
2.1 .5 Pipa Kasar Tahanan pada pipa kasar lebih besar dari pada pipa halus, untuk pipa halus nilai f hanya bergantung pada angka Reynolds. Untuk pipa kasar nilai f tidak
hanya tergantung angka Reynolds, tetapi juga pada sifat-sifat dinding pipa yaitu kekasaran relatif k/D, atau
dengan k = kekasaran dinding pipa, D = diameter pipa. Nikuradse
melakukan
percobaan
tentang
pengaruh
kekasaran
pipa.
Percobaan tersebut meliputi daerah aliran laminer dan turbulen sampai pada angka Reynolds Re = 10 6, dan untuk enam kali percobaan dengan nilai k/D (kekasaran relatif) yang bervariasi antara 0,0333 sampai 0,000985. Hasil percobaan merupakan hubungan antara f, Re, dan k/D seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.9 Hasil Percobaan Nikuradse
2.14. 1 Daerah I Daerah I merupakan daerah aliran laminer di mana Re < 2000. Hubungan antara f dan Re merupakan garis lurus (kemiringan 45º untuk skala horizontal dan vertikal yang sama), dan tidak dipengaruhi oleh kekasaran pipa. Di daerah ini koefisien gesekan diberikan oleh persamaan 2.14. 2 Daerah II
Daerah ini antara Re = 2000 dan Re = 4000, yang merupakan daerah tidak stabil di mana aliran berubah dari laminer ke turbulen atau sebaliknya. Aliran tidak banyak dipengaruhi oleh kekasaran pipa. 2.14. 3 Daerah III Daerah ini merupakan daerah aliran turbulen di mana kekasaran relatif pipa mulai berpengaruh pada koefisien gesekan f. Daerah ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) sub daerah berikut ini : 1. Sub Daerah Pipa Halus
Daerah ini ditunjukkan oleh garis paling bawah dari gambar 3, yang merupakan aliran turbulen melalui pipa halus. Koefisien gesekan pipa f dapat dih itung dengan rumus Blasius. 2. Sub Daerah Transisi
Di daerah sub transisi ini koefisien gesekan tergantung pada angka Reynolds dan kekasaran pipa. Daerah ini terletak antara garis paling bawah dan garis terputus dari gambar 3, kekasaran relatif k/D sangat berpengaruh terhadap nilai f. 3. Sub Daerah Pipa Kasar
Sub daerah ini terletak di atas garis terputus. Apabila angka Reynolds di atas suatu nilai tertentu, koefisien gesekan tidak lagi tergantung pada angka Reynolds, tetapi hanya tergantung pada kekasaran relatif. Untuk suatu nilai k/D tertentu nilai f adalah konstan dan sejajar dengan sumbu horizontal. Di daerah ini pengaliran adalah turbulen sempurna. Rumus empiris untuk pipa kasar hasil percobaan Nikuradse adalah :
........................................................................
(2.13)
Untuk aliran di daerah transisi, Colebrook menggabungkan persamaan untuk pipa halus dan pipa kasar sebagai berikut:
............................................................
(2.14)
Persamaan-persamaan di atas memberikan nilai f dalam suatu persamaan
implisit. Berdasarkan Triatmojo (1996:39) menyatakan bahwa pada tahun 1944 Moody menyederhanakan prosedur hitungan tersebut dengan membuat suatu grafik berdasarkan persamaan Cole Brook. Grafik tersebut di kenal sebagai grafik Moody seperti terlihat pada gambar 2.10
Gambar 2.10 Grafik Moody, (Triatmojo, 1996:40) Grafik tersebut mempunyai empat daerah yaitu daerah pengaliran laminer, daerah transisi di mana f merupakan fungsi dari angka Reynolds dan kekasaran dinding pipa (aliran kritis), dan daerah turbulen sempurna di mana nilai f tidak tergantung pada angka Reynolds tetapi hanya pada kekasaran relatif. Untuk menggunakan grafik tersebut, nilai k diperoleh dari tabel 2.1. Untuk pipa tua nilai f dapat jauh lebih besar dari pipa baru, yang tergantung pada umur pipa dan sifat zat cair yang dialirkan. Untuk pipa kecil, endapan atau kerak yang terjadi dapat mengurangi diameter pipa. Oleh karena itu diperlukan kecermatan di dalam menghitung nilai k dan juga f. Tabel 2.1 Tinggi Kekasaran Pipa
Untuk pengaliran
turbulen
sempurna,
berbanding langsung dengan V2
dimana
gesekan
dan tidak tergantung pada angka
Reynolds, nilai f dapat ditentukan berdasarkan kekasaran relatif. Pada umumnya masalah-masalah yang ada pada pengaliran di dalam pipa berada pada daerah transisi dimana nilai f ditentukan juga oleh angka Reynolds. Sehingga apabila pipa mempunyai ukuran dan kecepatan aliran tertentu, maka kehilangan tenaga akibat gesekan dapat langsung dihitung, tetapi jika diameter atau kecepatan tidak diketahui maka angka Reynolds juga tidak diketahui. Dengan perubahan ini angka Reynolds yang besar, perubahan nilai f sangat kecil. Sehingga perhitungan dapat diselesaikan dengan menentukan secara sembarang nilai angka Reynolds atau f pada awal hitungan dan dengan cara coba banding (trial and error) akhirnya dapat dihitung nilai f yang terakhir (yang benar). Oleh karena nilai f
berkisar
antara 0,01 dan 0,07, maka yang paling baik adalah menganggap nilai f, dan biasanya dengan dua (2) atau tiga (3) kali percobaan akan dapat diperoleh nilai f yang benar.
2.1 .6 Pipa Berubah Arah Perubahan arah pada pipa (berbelok dan bengkok) dapat menimbulkan kehilangan energi akibat dari perubahan tersebut, besarnya kehilangan energi ini tergantung pada sudut perubahan arah pipa. Kehilangan energi yang diakibatkan adanya perubahan arah adalah diakibatkan benturan air pada dinding. Kecepatan aliran air awal (V 1) berubah menjadi kecepatan aliran air setelah melalui pembelokan (V2), dimana (V1) lebih besar dibanding (V 2). Ada perbedaan kehilangan energi akibat gesekan dan akibat perubahan
arah. Pengaruh dari gesekan ataupun benturan air dinding pada keseluruhan hambatan dinyatakan sama dengan pipa- pipa lurus dengan nilai ? dan dengan panjang l dari belokan, dimana diukur dari garis sumbu bengkokan.
2.1. 5. 1 Pipa Bengkok (Bends) Sudut dengan perubahan arah yang terkesan berangsur -angsur
(bends),
kehilangan energi tergantung pada perbandingan antara jari- jari belokan dan diameter pipa. Perubahan arah secara berangsur -angsur (bends) pada pipa dapat dilihat pada gambar 2.11. Nilai K b untuk berbagai nilai R/D ditunjukkan dalam tabel 2.2
Gambar 2.11 Pipa Bengkok (Bends). (Krist, 1991:88) Kehilangan energi karena perubahan arah tercakup dalam bilangan Kb dimana nilai dari bilangan ini ditentukan oleh jari- jari bengkokan R dan sudut bengkokan ß (sudut a pada Triatmojo) dari pipa bengkok. Jari- jari belokan minimal R, yang dianjurkan bagi pipa-pipa yang bengkok dingin oleh mesin, akan sangat mempengaruhi nilai Kb. Tabel 2.2 Nilai Kb sebagai fungsi R/D R/D 1 2 4 Kb 0,35 0,19 0,17 Sumber: Triatmojo, 1996: 64
6 0,22
10 0,32
16 0,38
20 0,42
Secara normal nilai Kb , akan menjadi kecil jika jari- jari (R) semakin besar, yang tergantung pada perbandingan jari- jari bengkokan (diameter dalam) pipa, secara berturut-turut (R/D).
Tabel 2.3 Jari-Jari Bengkokan Minimum untuk Pipa. Jari- jari Diameter 4 D luar pipa
Kehilangan
Jari-jari belokan Diameter luar 10 20Dl pipa minimal R (mm)
belokan 5
6
16
22
0
8
20
25
5
1
25
28
0
0
32
30
8
1
40
35
0
Sumber:2 Krist, 1991:88 40
38
8
tinggi
tekanan
dalam
pipa- pipa
bengkok
dapat
dianalisis
menggunakan persamaan : hb = (Kb + ? .L / D) V2 / 2 g
(m) ................................ .................. (2.15)
Dengan, L adalah panjang pipa bengkok dan D diameter dalam. Tabel 2.4 Koefisien Kehilangan Energi Kb Sebagai Fungsi dari d dan R/D R/D 1 2 3 Licin d = 15º (pipa) 0,03 0,03 0,03
4 0,03
5 6 0,03 0,03
10 0,03
3
0,06 0,06 0,055 0,055 0,05 0,05
0,05
0º
0,14 0,09 0,08
0,08
4 Kasar 90º 0,51 0,30 0,27 0,23 Sumber: Krist, 1991:88 Koefisien
hambatan
0,07 0,075 0,07 0,21 0,18
0,20
untuk bengkokan tersusun (Ksb) selalu menjadi 90o
dihitung sebagai berikut: Belokan setengah lingkaran (180 º) / 2 belokan
K sb = 2 K b
2 belokan dalam bidang yang berbeda
K sb = 3 K b
Belokan-belokan dalam bentuk S (2 belokan)
K sb = 4 K b
Nilai Kb
ini juga dapat digunakan untuk menghitung kehilangan energi pada
belokan/perubahan arah pada selang. 2.1. 5. 2 Pipa Berbelok (Elbow) dan Siku
Gambar. 2.12 Pipa Belok (Elbow) 45o.
Persamaan pada pipa untuk perubahan arah yang terjadi secara tiba –tiba (elbow) dan siku hampir sama dengan persamaan pada pipa bengkok (bends). Persamaan untuk kehilangan energi akibat pembelokan ( elbow) pipa lebih sederhana, yaitu:
Kb adalah koefisien kehilangan energi pada belokan, yang ditunjukkan oleh tabel 2.5. Tabel 2.5 Koefisien Kb sebagai fungsi sudut belokan a a Kb
20º 40º 60º 0,05 0,14 0,36 Sumber : Triatmojo, 1996:64
80º 0,74
90º 0,98
Dalam mencari Kb 45o , diperlukan interpolasi dari Tabel 2.5.
Pada pipa - pipa licin dan pipa- pipa kasar dapat digunakan angka angka kahilangan pada tabel 2.6 berikut: Tabel 2.6 Angka Hambatan Pipa Licin dan Pipa Kasar Sudut Belokan 10o 15
o
45o o 60 90o
Angka Hambatan Kkn Pipa Licin Pipa Kasar 0,03 0,04 0,04
0,06
0,13 0,24
0,15 0,32
0,47
0,68
1,13
1,27
Sumber: Krist, 1991:89 2.1 .7 Penelitian Pipa Galvanis Lurus. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (Kadarisnani, A. 2004:40 44), pada pipa galvanis lurus berdiamemeter ½” didapatkan data sebagai berikut: 2.1. 7. 1 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes Pada penelitian 10 (sepuluh) kali percobaan didapatkan seperti terlihat pada tabel 2.7 berikut. Tabel 2.7 Data Penelitian pada Instalasi Pipa Lurus dengan Diameter ½”
Perc.Ke
Kehilangan
Debit Aliran Q
Kecepatan
Energi ?h (m)
(m3 /detik)
Aliran v (m/det)
Q
Qrata-
v
1
0.198
0.000205
2
0.198
0.000205
1.971
3
0.209
0.000223
2.025
4
0.197
0.000200
1.966
5
0.207
0.000220
2.015
6
0.204
0.000210
0.00021 2.001
7
0.203
0.000215
2
8
0.202
0.000215
1.991
9
0.206
0.000218
2.010
10
0.198
0.000205
1.971
rata
1.971
v ratarata
1.992
1.996
Sumber: Hasil Penelitian Lab. Unnes Sedangkan hasil pengolahan data penelitian pada instalasi pipa lurus dengan menggunakan rumus teoritis dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut. Tabel 2.8 Hasil Penelitian pada Instalasi Pipa Lurus dengan Diameter ½ Kecepatan Kehilanga
Debit Aliran Q 3 QrataQ (m 0.000205
Aliran v v rata1.971
Perc.Ke 1
n Energi ? 0.180
2
0.180
0.000205
1.971
3
0.190
0.000223
2.025
4
0.179
0.000200
1.966
5
0.188
0.000220
2.015
6
0.186
0.000210 0.000212 2.001
7
0.185
0.000215
8 Sumber: Hasil0.184 Penelitian 0.000215 Lab. Unnes
1.992
1.996 1.991
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata kehilangan energi yang terjadi pada pipa lurus berdasarkan pengukuran di laboratorium Hidrolika Unnes adalah sebesar 0,202 meter, sedangkan
hasil perhitungan
secara teoritis
diperoleh rata- rata kehilangan energi sebesar 0,184 meter. Lebih
jelasnyaperbedaan hasil dari kedua pengukuran tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 2.13 Perbedaan kehilangan energi pipa lurus ½” antara hasil pengukuran dengan rumus teoritis Laboratorium Unnes 2.1. 7. 2 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Polines Pada penelitian 10 (sepuluh) kali percobaan didapatkan seperti terlihat pada tabel 2.9 berikut. Tabel 2.9 Data Penelitian pada Instalasi Pipa Lurus dengan Diameter ½”
Perc.Ke
Kehilangan
Debit Aliran Q
Kecepatan
Energi ?h
(m3 /detik)
Aliran v (m/det)
(m)
Q
Qrata-rata v
v ratarata
1
0.121
0.000129
1.541
2
0.121
0.000127
1.541
3
0.120
0.000124
1.534
4
0.121
0.000128
1.541
5
0.121
0.000128
0.000127 1.541
6
0.121
0.000129
1.541
7
0.120
0.000125
1.534
8
0.120
0.000126
1.534
9
0.121
0.000129
1.541
10
0.121
0.000128
1.541
1.539
Sumber: Hasil Penelitian Lab. Polines Sedangkan hasil pengolahan data penelitian pada instalasi pipa lurus dengan menggunakan rumus teoritis dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut. Tabel 2.10 Hasil Penelitian pada Instalasi Pipa Lurus dengan Diameter ½”
Perc.Ke
Kehilangan
Debit Aliran Q
Kecepatan
Energi ?h
3 (m /detik)
Aliran v (m/det)
(m) Q
Qrata-rata v
1
0.329
0.000129 1.541
2
0.329
0.000127 1.541
3
0.328
0.000124 1.534
4
0.329
0.000128 1.541
5
0.329
0.000128 0.000127 1.541
6
0.329
0.000129 1.541
7
0.328
0.000125 1.534
8
0.328
0.000126 1.534
9
0.329
0.000129 1.541
10
0.329
0.000128 1.541
Sumber: Hasil Penelitian Lab. Polines
vrata-rata
1.539
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata kehilangan energi yang terjadi pada pipa lurus berdasarkan pengukuran di laboratorium Hidrolika Polines adalah sebesar 0,201 meter, sedangkan hasil perhitungan secara teoritis diperoleh rata- rata kehilangan energi sebesar 0,329 meter. Lebih jelasnya perbedaan hasil dari kedua pengukuran tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.14 Perbedaan kehilangan energi pipa lurus ½” antara hasil pengukuran dengan rumus teoritis Laboratorium Polines 2.2 Hipotesis Berdasarkan permasalahan
yang ada, maka disusun suatu
hipotesis kerja yang digunakan untuk menguji kebenaran yaitu : 1. Pembelokan (elbow) mempengaruhi kehilangan energi pada pipa galvanis berdiameter ¾”. 2. Kehilangan energi pada elbow 45o
akan lebih kecil dibanding
dengan kehilangan energi pada elbow 90o.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Data Penelitian mengenai Pengaruh Pembelokan Kehilangan
Energi
Pada Saluran Pipa
Galvanis
(Elbow) yang
Terhadap
dilaksanakan
di
laboratorium Hidrolika Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang dan sebagai acuan dilaksanakan juga di laboratorium Hidrolika Politeknik Negeri Semarang, didapatkan data hasil penelitian yang kemudian dianalisis untuk pembahasan. Dalam penelitian ini diperoleh data awal hasil pengukuran antara lain luas penampang pipa (Ao=¼ p.d2) dalam meter persegi (m2), luas bejana (p.l) dalam meter persegi (m2), kemudian setelah dilakukan penelitian, maka didapatkan data hasil pengamatan seperti selisih tinggi manometer (? h = h1- h2 ) dalam meter (m), lama waktu (T) pada saat air mengalir dari tangki penampung sampai dengan bejana dalam detik (dt), tinggi bejana yang terisi dengan air dalam meter (m), temperatur untuk mengetahui suhu air dalam derajat celcius (oC). Berikut tabulasi data yang diperoleh dari hasil penelitian di laboratorium Hidrolika Teknik Sipil Unnes dan Polines. 3.1 .1 Data Penelitian di Labo ratorium Hidrolika Unnes 3.1. 1. 1 Data Penelitian Elbow 45o. Data penelitian pada instalasi pipa elbow 45o
yang didapat dari
laboratorium Hidrolika Universitas Negeri Semarang dapat dilihat pada tabel 3.1 Tabel 3.1 Data Penelitian Pada Pipa Elbow 45 o di Unnes SELISIH TINGGI MANOMETER (m)
NO
PERCOBAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LUA S PIPA (m2)
h1
h2
?h
0,88 3 0,88 1 0,88 2 0,88 5 0,88 5
0,84 6 0,84 7 0,84 5 0,84 8 0,85 0
0,037 0,034 0,037 0,037 0,035
0,88 7 0,88 9 0,89 0 0,888
0,85 1 0,85 5 0,85 6 0,854
0,036 0,034 0,034 0,034 0,0002837
TINGG I MUK A AIR (m)
SUH U AIR oC
0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03
25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
LUAS BEJAN A (m2)
WAKT U (dt)
0,325 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325
21,8 21,6 21,0 20,9 21,1 22,0 21,5 21,6 21,0 21,5
Data Penelitian di lab. Hidrolika Unnes 3.1. 1. 2 Data Penelitian Elbow 90o. Data
penelitian
pada
instalasi
pipa
elbow
90o
yang
didapat
dari laboratorium Hidrolika Universitas Negeri Semarang dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut Tabel 3.2 Data Penelitian Pada Pipa Elbow 90o di Unnes SELISIH TINGGI MANOMETER (m) LUAS PIPA (m2) ?h h1 h2
NO
0,79 0,73 0,063 7 0,79 4 0,73 0,063 5 0,79 2 0,73 0,064 9 0,79 5 0,73 0,061 5 4 0,79 0,73 0,062 8 6 0,79 0,73 0,061 7 6 0,79 0,73 0,060 4 4 0,79 0,73 0,064 7 3 0,79 0,73 0,063 9 6 0,79 0,73 0,062 8 6di lab. Hidrolika Penelitian
PERCOBAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hasil
TINGG I MUK A AIR (m) 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03
SUH U AIR oC 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
Unnes
3.1 .2 Data Penelitian di Laboratorium Hidrolika Polines
LUAS BEJAN A (m2) 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325 0,325
WAKT U (dt) 33,8 33,8 33,2 33,8 34,5 34,4 34,8 33,4 33,2 33,4
3.1. 2. 1 Data Penelitian Elbow 45o. Data penelitian pada instalasi pipa elbow 45o dari laboratorium Hidrolika Politeknik Negeri Semarang dapat dilihat pada tabel 3.3 Tabel 3.3 Data Penelitian Pada Pipa Elbow 45o di Polines. SELISIH TINGGI MANOMETER (m)
NO
h1
h2
?h
LUA S PIPA (m2)
0,61 0,59 0,015 3 0,61 8 0,59 0,016 4 0,61 8 0,59 0,016 4 0,61 8 0,59 0,016 4 0,61 8 0,59 0,016 4 8 0,61 0,59 0,016 4 8 0,61 0,59 0,015 2 7 0,61 0,59 0,015 1 6 0,61 0,59 0,016 2 6 0,61 0,59 0,015 1 6 Penelitian di lab. Hidrolika
0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
PERCOBAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Hasil
TNGG I MUK A AIR (m)
SUH U AIR
LUAS BEJAN A (m2)
WAKT U (dt)
0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221
40,3 39,9 39,3 38,9 39,4 38,9 40,0 39,9 39,2 39,2
oC
28 28 28 28 28 28 28 28 28 28
Polines
3.1. 2. 2 Data Penelitian Elbow 90o. Data penelitian pada instalasi pipa elbow 90o
dari laboratorium Hidrolika
Politeknik Negeri Semarang dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut Tabel 3.4 Data Penelitian Pada Pipa Elbow 90o di Polines. SELISIH TINGGI MANOMETER (m))
NO
PERCOBAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
h1
h2
?h
0,55 3 0,55 4 0,55 4 0,55 6 0,55 0,55 5 0,55 4 0,55 4 0,55 5 0,55 4
0,52 0 0,52 1 0,52 0 0,52 2 0,52 0,52 2 0,52 1 0,52 1 0,52 2 0,52 1
0,033 0,033 0,034 0,034 0,033 0,033 0,033 0,033 0,033
LUA S PIPA (m2)
TNGG I MUK A AIR (m) 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Polines
SUH U AIR
LUAS BEJAN A (m2)
WAKT U (dt)
0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221
49,2 49,3 49,1 48,9 48,8 48,9 49,1 49,3 49,2 49,0
oC
28 28 28 28 28 28 28 28 28 28
3.2 Analisis Data Untuk keperluan analisis, maka data hasil pengukuran dan pengamatan dihitung dan dibuat tabel. Hasil analisis data didapatkan antara lain debit air (Q) dalam meter kubik perdetik (m³/dt), kecepatan aliran (V) dalam meter perdetik (m/dt), kehilangan energi dalam meter (m) serta nilai koefisien kehilangan energi (Kb) hasil penelitian. Hasil analisis data kehilangan energi pada pipa elbow dapat dilihat pada tabeltabel berikut. 3.2 .1 Analisis Data Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes. 3.2. 1. 1 Analisis Data Pipa Elbow 45o. Analisis data penelitian
pada instalasi pipa elbow 45o
di laboratorium
Hidrolika Universitas Negeri Semarang dengan menggunakan rumus persamaan
dapat dilihat pada table berikut.
PERCOBAAN
1,574 1,589 1,634 1,642 1,626 1,560 1,596 1,589 1,634 1,596
Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Unnes
V 2/2g
-rata(h
Kb 45 O
0,1264 4 0,1288 0 0,1362 6 0,1375 7 0,1349 7 0,1241 6 0,1300 0 0,1288 0 0,1362 6 0,1300 0
0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5
KEHIL. ENERG I TEORI (hb)
b)Rata
0,034 0,037 0,037 0,035 0,033 0,036 0,034 0,034 0,034
0,0004 47 0,0004 51 0,0004 64 0,0004 67 0,0004 62 0,0004 43 0,0004 53 0,0004 51 0,0004 64 0,0004 53
KEC. ALIRA N (V)
Rata -rata(V)
2 3 4 5 6 7 8 9 10
NO
DEBI T AIR (Q)
Rata -rata(Q)
1
SELISI H MAN OMETE 0,037
h)Rata -rata(
Tabel 3.5 Hasil Analisis Pada Penelitian Pipa Elbow 45 o.
0,0246 6 0,0251 2 0,0265 7 0,0268 3 0,0263 2 0,0242 1 0,0253 5 0,0251 2 0,0265 7 0,0253 5
Sehingga ditemukan nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian senilai 0,27, seperti terlihat pada tabel 4.6 berikut ini. Tabel 4.6 Nilai Koefisien Kehilangan Energi Pada Penelitian Elbow 45o.
SELISIH TINGGI h1 rata2 0,885
H2 rata2 0,850
KECEPATA GRAFITAS N h I ratarata rata 2 0,035 9,81 1,604
BESAR NILAI KOEFISIEN (Kb) TABEL HASIL BAMBANG PENELITIA TRIATMODJ N 0,2 0,195 7
TABEL THOMA S KRIST 0,32
3.2. 1. 2 Analisis Data Pipa Elbow 90o. Analisis dari pengujian pada instalasi pipa elbow 90o
di laboratorium
Hidrolika Universitas Negeri Semarang dengan menggunakan rumus persamaan dapat dilihat pada table berikut.
PERCOBAAN
1,015 4 1,015 4 1,033 7 1,015 4 0,994 8 0,997 6 0,986 2 1,027 5 1,033 7
V2/2g
Kb 90 O
0,0526 0 0,0526 0 0,0545 2 0,0526 0 0,0504 9 0,0507 8 0,0496 2 0,0538 7 0,0545 2
KEHIL. ENERG I TEORI (hb)
b)Rata-rata(h
0,063 0,064 0,061 0,062 0,061 0,060 0,064 0,064 0,062
KEC. ALIRA N (V)
Rata-rata(V)
2 3 4 5 6 7 8 9 10
NO
DEBI T AIR (Q) 0,00028 85 0,00028 85 0,00029 37 0,00028 85 0,00028 26 0,00028 34 0,00028 02 0,00029 19 0,00029 37
rata(Q)Rata-
1
SELISI H MAN OMETE 0,063
h)Rata -rata(
Tabel 3.7 Hasil Analisis Pada Penelitian Pipa Elbow 90 o.
0,98 0,0515 5 0,98 0,0515 5 0,98 0,0534 3 0,98 0,0515 0,98 5 0,0494 0,98 8 0,0497 0,98 6 0,0486 0,98 3 0,0527 9 0,98 0,0534 0,98 3
Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Unnes Analisis tersebut menghasilkan nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian elbow 90o di laboratorium Hidrolika Unnes senilai 1,18 yang mana besar nilai ini lebih tinggi dari pendapat Bambang Triatmodjo dan lebih rendah dari pendapat Thomas Krist seperti terlihat pada tabel 3.8 berikut ini. Tabel 3.8 Nilai Koefisien Kehilangan Energi Pada Penelitian Elbow 90o. SELISIH TINGGI MANOMETE
BESAR NILAI KOEFISIEN (Kb)
h1 rata2 0,797
H2 rata2 0,735
GRAFITAS KECEPATA h I N rata rata2 rata 0,062 9,81 1,0147
TABE HASIL L PENELITIA BAMBANG N TRIATMODJ 1,1 0,9 8 8
TABEL THOMA S KRIST 1,27
3.2 .2 Analisis Data Penelitian di Laboratorium Hidrolika Polines. 3.2. 2. 1 Analisis Data Pipa Elbow 45o. Hasil analisis data penelitian pada instalasi pipa elbow 45 o yang didapat dari
laboratorium
Hidrolika
Politeknik
menggunakan rumus persamaan
Negeri Semarang
dengan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Hasil Penelitian di lab.
0,00027 42 0,00027 69 0,00028 12 0,00028 41 0,00028 05 0,00028 41 0,00027 63 0,00027 69 0,00028 19 0,00028 19 Hidrolika
0,966 5 0,976 2 0,991 1 1,001 3 0,988 6 1,001 3 0,973 7 0,976 2 0,993 6 0,993 6 Polines
V2/2 g
0,0476 0,0486 19 0,0501 15 0,0511 51 0,0498 61 0,0511 51 0,0483 76 0,0486 19 0,0503 71 0,0503 71
Kb 45 O
KEHIL. ENERG I TEORI (hb)
0,19 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5 0,19 5
0,009 29 0,0094 8 0,0097 7 0,0099 7 0,0097 2 0,0099 7 0,0094 3 0,0094 8 0,0098 2 0,0098 2
0,00968 Rata -rata(h b)
0,01 0,016 0,016 0,016 0,016 0,016 0,015 0,015 0,016 0,015
KEC. ALIRA N (V)
0,9862 Rata -rata(V)
PERCOBAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
DEBI T AIR (Q)
0,0002798 Rata -rata(Q)
NO
SELISI H MAN OMETE R (?h)
0,016 Rata -ra ta( h)
Tabel 3.9 Hasil Analisis Pada Penelitian Pipa Elbow 45 o.
Dari hasil analisis tersebut ditemukan nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian pada pembelokan 45o di laboratorium Hidrolika Polines senilai 0,323 seperti terlihat pada tabel 3.10 berikut ini. Tabel 3.10 Nilai Koefisien Kehilangan Energi Pada Penelitian Elbow 45 o. SELISIH TINGGI KECEPATA MANOMETE GRAFITAS N h I h1 H2 ratarata rata2 rata2 rata 2 0,613 0,597 0,016 9,81 0,9862
BESAR NILAI KOEFISIEN (Kb) TABE HASIL L PENELITIA BAMBANG N 0,323 TRIATMODJ 0,195
TABEL THOMA S KRIST 0,32
3.2. 2. 2 Analisis Data Pipa Elbow 90o. Hasil Analisis dari penelitian pada instalasi pipa elbow 90o yang didapat dari laboratorium Hidrolika Politeknik Negeri Semarang dengan menggunakan
rumus persamaan
dapat dilihat pada table berikut.
3 4 5 6 7 8 9
0,790 5 0,788 9 0,792 2 0,795 4 0,797 0 0,795 4 0,792 2 0,788 9 0,790
Hasil Penelitian di lab. Hidrolika Polines
Kb V2/2g 90 O 0,031886 0,98 0,031756 0,98 0,032016 0,0322780,98 0,0324110,98 0,0322780,98 0,0320160,98 0,0317560,98 0,0318860,98
KEHIL. ENERG I TEORI (hb) 0,0312 5 0,0311 2 0,0313 8 0,0316 3 0,0317 6 0,0316 3 0,0313 8 0,0311 2 0,0312
-rata(h b)Rata
KEC. ALIRA N (V)
rata(V)Rata-
PERCOBAAN
1 2
DEBI T AIR (Q) 0,0002 25 0,0002 24 0,0002 25 0,0002 26 0,0002 26 0,0002 26 0,0002 25 0,0002 24 0,0002
rata(Q)Rata-
NO
SELISI H MAN OMETER 0,03 3 0,03 3 0,03 4 0,03 4 0,03 4 0,03 3 0,03 3 0,03 3 0,03
-rata(Dh)Rata
Tabel 3.11 Hasil Analisis Pada Pipa Elbow 90o di Polines
Dari hasil analisis diatas ditemukan nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian pada elbow 90o di laboratorium Hidrolika Polines senilai 1,06 koefisien tersebut dapat dibaca pada tabel 3.12 berikut ini. Tabel 3.12 Nilai Koefisien Kehilangan Energi Pada Prakt ik Elbow 90 o. SELISIH TINGGI MANOMETE h h1 H2 rata rata2 rata2 2
KECEPATA GRAFITAS N I ratarata
BESAR NILAI KOEFISIEN (Kb) HASIL PENELITIA N
TABE L BAMBANG TRIATMODJ
TABEL THOMA S KRIST
0,555
0,521
0,033
9,81
0,793
1,0 6
0,9 8
1,27
3.3 Pembahasan Dalam penelitian ini pembahasannya berdasarkan hasil analisis yang ada pada tabel kemudian dibuat grafik perbedaan antara hasil penelitian dengan perhitungan teori. Penyimpulan hasil penelitian ini dengan cara mendiskripsikan hasil pengamatan terhadap grafik-grafik yang ada serta grafik yang diperoleh dari perbedaan
perlakuan
antara
elbow 45o
dengan
elbow 90o , sehingga
akan didapatkan hasil dari perbedaan perlakua n dalam penelitian.
3.3 .1 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes 3.3 .1.1 Penelitian Pipa Elbow 45 o. 3.3. 1. 1. 1 Pengaruh Kecepatan Terhadap Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45 o. Pada hasil penelitian ini dapat diketahui rata -rata kecepatan aliran air sebesar 1,604 m/dt. Rata-rata selisih tinggi air dari pengamatan manometer adalah 0,035 meter (Tabel 3.5) . Adapun pengaruh kecepatan aliran air yang melalui pipa terhadap kehilangan energi dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut
Gambar 3.1 Pengaruh Kecepatan terhadap Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o
di Laboratorium Unnes Dari gambar tersebut nampak bahwa besarnya kehilangan energi pada pipa dipengaruhi oleh kecepatan aliran, semakin besar kecepatan aliran yang melalui pipa maka semakin besar pula kehilangan energinya. Pada kecepatan rendah 1,560 m/det terdapat kehilangan energi sebesar 0,02421 m, sedang pada kecepatan tinggi 1,642 m/det kehilangan energi sebesar 0,02683 m (Tabel 3.5). Hal ini sesuai dengan pendapat Triatmodjo (1996:58) bahwa kehilangan energi sangat dipengaruhi oleh gesekan (major lose ). Gesekan ini disebabkan adanya kecepatan aliran dan viskositas fluida. Perbedaan kecepatan yang menyebabkan kehilangan energi yang berbeda dalam 10 (sepuluh) kali percobaan ini dikarenakan keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian, terutama pada saat pengamatan manometer dan pengamatan ketinggian air yang masuk ke dalam bejana. 3.3. 1. 1. 2 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45 o. Dari penelitian ini didapatkan besar kehilangan energi rata-rata hasil pengamatan manometer dan besar kehilangan energi secara perhitungan teori. Kehilangan energi rata-rata hasil pengamatan manometer sebesar 0,035 meter sedangkan kehilangan energi rata-rata perhitungan secara analisis teori sebesar 0,0256 meter (Tabel 3.5). Lebih jelasnya selisih hasil dari penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut:
Gambar 3.2 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o di Unnes Selisih
rata-rata
kehilangan
energi
pada
penelitian
elbow
45o
antara
pengamatan manometer dengan perhitungan analisis teori terjadi karena adanya 1.
Perbedaan
kehilangan koefisien
nilai
energi energi
koefisien yang
yang
kehilangan
dipakai
sebagai
didapatkan
dari
energi, analisis hasil
dimana
nilai
berbeda
penelitian.
koefisien
dengan Nilai
nilai
koefisien
kehilangan energi hasil penelitian sebesar 0,27 sedangkan menurut pendapat Triatmodjo yang dipa kai sebagai analisis sebesar 0,195 yang berarti nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian lebih tinggi, namun lebih rendah terhadap nilai koefisien nilainya
0,32
(Tabel
kehilangan 3.6).
energi menurut pendapat
Dalam
penelitian
Krist
yang
ini digunakan nilai koefisien
kehilangan energi pendapat Triatmodjo. Tingginya nilai koefisien yang didapatkan dari hasil penelitian ini terjadi akibat kecepatan aliran air yang melalui pipa, sehingga menimbulkan besarnya kehilangan energi sesuai dengan hubungan ke cepatan aliran dengan kehilangan energi. 2. Rekayasa alat yang dikerjakan secara manual dengan alat dan bahan yang ada di laboratorium, diantaranya: a.Pemasangan kran manometer pada pipa yang memungkinkan terganggunya arah aliran. b. Pipa peluap yang mele bihi tinggi manometer, sehingga perlu pengamatan yang lebih cermat agar ketinggian air dalam bak penampung konstan, sehingga aliran dalam keadaan steady flow. c.
Bak penampung air (sump tank ) yang cukup tinggi, yang menyebabkan
tekanan dan kecepatan aliran besar. 3.
Adanya 2 (dua) pembelokan sebesar 90o
melalui kran penelitian elbow 45o
selama pengaliran sebelum
serta 1 (satu) kali pembelokan sebesar 45o
dan 3 (tiga) kali pembelokan sebesar 90o
setelah melalui kran penelitian,
sehingga dimungkinkan akan mempengaruhi kecepatan aliran 4. yang
Pengambilan data pada penelitian elbow 45 o ini, adalah arah pipa mendatar kemudian
membelok
arahnya
ke atas
dengan
sudut
45o , yang
dimungkinkan mempengaruhi kecepatan aliran. 3.3 .1.2 Penelitian Pipa Elbow 90 o. 3.3. 1. 2. 1 Pengaruh Kecepatan terhadap Kehilangan Energi. Hasil analisis menunjukkan rata -rata kecepatan aliran pada pengujian di laboratorium Hidrolika Unnes sebesar 1,01 m/dt. Kecepatan ini akan berpengaruh terhadap kehilangan energi dimana rata-rata kehilangan energi teori sebesar 0,051 meter (Tabel 3.7) Untuk mengetahui pengaruh kecepatan aliran air yang melalui pipa terhadap kehilangan energi dapat dilihat pada gambar 3.3 berikut
Gambar 3.3 Pengaruh Kecepatan Aliran terhadap Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90o di Unnes Dari grafik tersebut nampak bahwa besarnya kehilangan energi pada pipa yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran, dimana semakin besar kecepatan aliran yang melalui pipa pada saat penelitian maka semakin besar pula kehilangan energinya. 3.3. 1. 2. 2 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90 o. Dari penelitian ini diketahui adanya selisih kehilangan energi pada saat praktik dengan perhitungan analisis teori pada pipa (elbow) dengan sudut 90o. Lebih jelasnya perbedaan hasil dari kedua pengujian tersebut dapat dilihat pada gambar 3.4 berikut:
Gambar 3.4 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90o di Unnes Pada penelitian elbow 90o ini kehilangan energi yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan penelitian elbow 45o dimana perubahan sudut yang dapat menimbulkan benturan aliran pada pipa. Selisih kehilangan energi pada penelitian antara praktik dengan analisis teori terjadi karena adanya perbedaan nilai koefisien kehilangan energi, dimana nilai koefisien kehilangan energi yang dipakai sebagai analisis berbeda dengan nilai koefisien energi hasil penelitian. Nilai koefisien kehilangan energi yang dihasilkan dari penelitian ini sebesar 1,18 sedangkan menurut pendapat Triatmodjo sebesar 0,98 yang berarti nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian lebih tinggi, namun lebih rendah terhadap nilai koefisien kehilangan energi menurut pendapat Krist yang nilainya 1,27 (Tabel 3.8). Dalam penelitian ini digunakan nilai koefisien kehilangan energi pendapat Triatmodjo. Kelemahan rekayasa alat
pengukur kehilangan
dapat menyebabkan kurang maksimalnya kran yang
energi juga
pengambilan data seperti pemasangan
kurang halus sehingga mempengaruhi
arah aliran, serta tahapan
penelitian dalam pengambilan data, dimana pada penelitian elbow 90 o ini adalah arah pipa mendatar yang kemudian membelok arahnya ke bawah dengan sud ut 90o. Hal ini dimungkinkan akan berpengaruh pada kecepatan aliran. Adanya pembelokan selama penelitian, yaitu 4 (empat) pembelokan
sebesar 90o
setelah melalui kran penelitian elbow 90o
serta 2 (dua)
kali pembelokan sebesar 45o setelah melalui kran penelitian. Adanya pembelokan baik sebelum dan sesudah penelitian ini bisa mempengaruhi kecepatan aliran dimana kecepatan ini erat kaitannya dengan kehilangan energi. 3.3 .2 Penelitian di Laboratorium Hidrolika Polines 3.3. 2. 1 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45 o Sebagai acuan, dalam hal ini penelitian di laboratorium Hidrolika Polines didapatkan analisis data selisih kehilangan energi saat praktik dengan analisis teori yang terjadi pada pipa elbow 45o. Untuk mengetahui selisih kehilangan energi antara hasil praktik dengan perhitungan teori dapat dilihat pada gambar 3.5 berikut
Gambar 3.5 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o di Polines Kehilangan energi pada penelitian elbow 45o di laboratorium Hidrolika Polines antara praktik dengan analisis teori terdapat selisih yang cukup tinggi. Dimana besar kehilangan rata-rata pada selisih manometer sebesar 0,016 m sedangkan hasil kehilangan energi teori rata -rata sebesar 0,00968 m (Tabel 3.9). Hal ini terjadi karena adanya perbedaan nilai koefisien kehilangan energi pada penelitian dengan koefisien analisis teori yang digunakan dalam penelitian. Nilai koefisien kehilangan energi pada penelitian sebesar 0,32 sedangkan secara teori
pada pendapat Triatmodjo sebesar 0,195 (Tabel 3.10). Sedangkan dalam perhitungan teori ini digunakan pendapat Triatmodjo. o 3.3. 2. 2 Besar Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90 . Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa rata-rata kehilangan energi yang terjadi pada pipa ( elbow) dengan sudut 90o berdasarkan praktik di laboratorium Hidrolika Polines adalah sebesar 0,033 meter, sedangkan hasil perhitungan secara analisis teori sebesar 0,031 meter (Tabel 3.11). Lebih jelasnya perbedaan hasil dari kedua pengujian tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.6 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 90o di Polines
Seperti halnya pada penelitian di laboratorium Unnes bahwa pada penelitian elbow 90o lebih besar kehilangan energinya karena perubahan sudut, dimana terjadi tumbukan air pada dinding pipa saat melalui pembelokan. Selisih kehilangan energi pada penelitian antara praktik dengan analisis teori terjadi karena adanya perbedaan nilai koefisien kehilangan energi, dimana nilai koefisien kehilangan energi yang dipakai sebagai analisis berbeda dengan nilai koefisien kehilangan energi hasil penelitian. Nilai koefisien kehilangan energi pada penelitian sebesar 1,06 sedangkan secara teori pada pendapat Triatmodjo sebesar 0,98 dan pada
pendapat Krist besarnya 1,27 (Tabel 3.12).
Pada penelitian ini digunakan nilai koefisien kehilangan energi pendapat
Triatmodjo. 3.3 .3 Selisih Kehilangan Energi Antara Pipa Elbow 45 o dan 90 o 3.3. 3. 1 Hasil Penelitian di Laboratorium Hidrolika Unnes. Perbedaan kehilangan energi akibat perubahan arah pipa pada sudut
45o
dan sudut 90o , yang diteliti di laboratorium Hidrolika Universitas Negeri Semarang dihasilkan sebagai berikut:
Gambar 3.7 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o dan Elbow 90o Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa kehilangan energi pada penelitian elbow 90o lebih besar dibanding dengan penelitian elbow 45 o. Hal ini disebabkan karena pembelokan 90o lebih tajam, sehingga hambatan terhadap arah aliran lebih besar, sedangkan pada elbow 45o
pembelokannya lebih landai
(smooth ). Dengan demikian terjadinya tumbukan aliran air saat melalui elbow 90o telah banyak kehilangan energi. Rata-rata kehilangan energi pada pipa elbow 45o berdasarkan hasil pengujian di laboratorium Unnes hanya sebesar 0,035 meter (Tabel 3.5), sedangkan pada pipa elbow 90o sebesar 0,062 meter (Tabel 3.7).
3.3. 3. 2 Hasil Pengujian di Laboratorium Polines. Meskipun dalam penelitian di Polines hanya sebagai acuan, namun perlu diketahui besar selisih kehilangan energi akibat perubahan arah pipa pada elbow
o o 45 dan elbow 90 yang diteliti di laboratorium Hidrolika Politeknik Negeri Semarang. Adapun hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar 3.8 Kehilangan Energi Pada Pipa Elbow 45o dan Elbow 90o
Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa kehilangan energi pada penelitian elbow 90o
lebih besar dibanding kehilangan energi pada penelitian elbow
45 o. Rata - rata kehilangan
energi
pada
elbow 45o
berdasarkan
hasil
penelitian di laboratorium Polines adalah 0,016 meter (Tabel 3.9), sedangkan pada pipa elbow 90o sebesar 0,033 meter (Tabel 3.11). Mengacu pada kedua hasil penelitian yang dilakukan baik di labor atorium Hidrolika Unnes maupun di Polines, maka dapat diketahui bahwa semakin besar sudut pembelokan akan semakin besar pula tingkat kehilangan energinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Krist (1991:89) bahwa kehilangan Energi akibat olakan dalam pembelokan atau pipa siku akan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan kehilangan energi akibat gesekan pada pipa lurus dengan diameter yang sama atau konstan. Adapun menurut pendapat Triatmodjo (1995:58) bahwa pada pipa panjang, kehilangan tenaga primer biasanya ja uh lebih besar daripada kehilangan energi sekunder, sehingga pada keadaan tersebut kehilangan energi sekunder dapat diabaikan. Pada
pipa
pendek kehilangan energi sekunder
harus
diperhitungkan. Apabila kehilangan energi sekunder kurang dari 5% dari
kehilangan energi primer, maka kehilangan energi tersebut dapat diabaikan. Untuk memperkecil kehilangan energi
sekunder, perubahan arah dibuat
secara
pembengkokan (bends).
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Setelah
menganalisis dan
membahas mengenai penelitian tentang
pengaruh pembelokan (elbow) terhadap kehilangan energi ini dapat diambil kesimpulan. 4.1.1 Elbow 45o 1. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika Unnes, kecepatan aliran rata- rata sebesar 1,604 meter/detik, dengan selisih tinggi manometer rata -rata sebesar 0,035 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan energi rata-rata sebesar
0,02561
meter,
adapun
nilai
koefisien
kehilangan energinya
adalah 0,27. 2. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika P olines, kecepatan aliran rata- rata sebesar 0,9862 meter/dertik, dengan selisih tinggi manometer rata -rata sebesar 0,016 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan energi rata-rata sebesar
0,00968
meter, adapun
nilai
koefisien
kehilangan energinya
adalah 0,323. 3. Alat pengukur kehilangan energi pada elbow 45 o
di laboratorium
Hidrolika Unnes cukup layak digunakan sebagai penelitian dengan nilai korelasi = 0,754.
4.1.2 Elbow 90o 1. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika Unnes, kecepatan aliran rata- rata sebesar 1,0147 meter/detik, dengan selisih tinggi manometer rata -rata sebesar 0,062 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan energi rata-rata sebesar
0,05149
meter, adapun
nilai
koefisien
kehilangan energinya
adalah 1,18. 2. Pada penelitian di laboratorium Hidrolika Polines, kecepatan aliran rata- rata sebesar 0,7925 meter/detik, dengan selisih tinggi manometer rata -rata sebesar 0,0333 meter. Akibat pembelokan ini didapatkan kehilangan energi rata -rata
sebesar 0,0314 meter, adapun nilai koefisien kehilangan energinya
adalah 1,06. 3. Alat pengukur kehilangan energi pada elbow 45 o
di laboratorium
Hidrolika Unnes cukup layak digunakan sebagai penelitian dengan nilai korelasi = 0,887. o 4.1. 2 Kehilangan energi yang didapatkan pada penelitian elbow 45 , lebih kecil dibandingkan dengan elbow 90o. Semakin besar sudut pembelokan akan semakin besar pula kehilangan energinya. 4.1. 3 Kecepatan aliran air akan mempengaruhi besar tingkat kehilangan energi. 4.2 Saran-Saran Bagi para pengguna alat uji kehilangan energi pada saluran tertutup ini perlu kiranya beberapa saran yang perlu diperhatikan antara lain 4.2. 1 Hendaknya alat disempurnakan lagi, supaya mendapatkan pengukuran dan pengamatan yang lebih tepat, terutama pada: 1. Bak penampung air (sump tank ) beserta pipa peluapnya, harus disesuaikan dengan ketinggian manometer. 2. Pemasangan instalasi pipa diperhalus agar tidak merubah arah aliran air. 4.2.. 3 Penelitian ini dikembangkan lebih lanjut, misalnya dengan menggunakan jaringan pipa PVC, sehingga dapat menggambarkan kehilangan energi pada pipa PVC dan galvanis.
DAFTAR PUSTAKA Jacobs,
B.E.A. 1991. ”Slury
Transport
System”. pp.38-55. Elsevier
APPLI
Science pub.Ltd : London. Giles, R. V. 1984. Mekanika Fluida dan Hidaulika Edisi Kedua. Erlangga : Jakarta. Munson dkk. 2004. Mekanika Fluida, Jilid I, Edisi Keempat. Erlangga : Jakarta. Orianto, M dan Pratikno. 1989. Mekanika Fluida I. BPFT : Yogyakarta. Peysson, Y. 2004. Oil & Gas Science and Technology-Rev, Vol. 59, No. 1. Institute Francais du Petrole : Perancis.