LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA An. H DENGAN THALASEMIA DI POLI ANAK RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh: Erda Riyadi A, S.Kep 15.0103.1034
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER DESEMBER 2015
HALAMAN PENGESAHAN Asuhan keperawatan anak pada An. H dengan thalasemia, telah dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2015 di Poli Anak RSD dr. Soebandi Jember.
Mengetahui
Mahasiswa
Kepala Ruangan
Hj. Sri Suhartiningsih, AMK, S.Psi NIP. 19621114 198307 2 001
Pembimbing Akademik
Ns. Nikmatur Rohmah, A.Per.Pen., S.Kep., M.Kes NIP. 19720626 200501 2 001
Erda Riyadi A, S.Kep 150 103 1034
Menyetujui
Pembimbing Ruangan
Hj. Sri Suhartiningsih, AMK, S.Psi NIP. 19621114 198307 2 001
HALAMAN PENGESAHAN Asuhan keperawatan anak pada An. H dengan thalasemia, telah dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2015 di Poli Anak RSD dr. Soebandi Jember. Oleh : Nama : Erda Riyadi Apriawan NIM
: 15 01031034
Nama Pasien: An. H Diagnosa Medis: Thalasemia Diagnosa Keperawatan: 1. Defisiensi pengetahuan tentang nutrisi ybd ganguan memori 2. Defisiensi pengetahuan tentang perawatan kelelahan ybd kurang sumber pengetahuan
Mengetahui
Mahasiswa
Kepala Ruangan
Hj. Sri Suhartiningsih, AMK, S.Psi NIP. 19621114 198307 2 001
Pembimbing Akademik
Ns. Nikmatur Rohmah, A.Per.Pen., S.Kep., M.Kes NIP. 19720626 200501 2 001
Erda Riyadi A, S.Kep 150 103 1034
Menyetujui
Pembimbing Ruangan
Hj. Sri Suhartiningsih, AMK, S.Psi NIP. 19621114 198307 2 001
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………. HALAMAN PENGESAHAN.....………………………………………………. DAFTAR ISI ……………………………………………………………............ LEMBAR KONSULTASI...………….………………………………………... BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN…………………………….………....... A. Konsep Dasar 1. Pengertian ………………………………………………….......... 2. Jenis ……………………………………………………………... 3. Etiologi ………………………………………………….............. 4. Patofisiologi dan Pathway ………………………………………. 5. Tanda dan Gejala ……………………………………………….. 6. Komplikasi ………………………………………………………. 7. Pemeriksaan Penunjang …………………………………………. 8. Pencegahan ……………………………………………………… 9. Pengobatan …………………………………………………......... 10. Perawatan …………………………………………………........... B. Asuhan Keperawatan 1. Pengakajian ……………………………………………………… 2. Diagnosis Keperawatan …………………………………………. 3. Perencanaan dan kriteria Hasil ………………………………….. BAB 2 LAPORAN KASUS A. Pengkajian …………………………………………………………... B. Diagnosa ...........……………………………………………………... C. Perencanaan …...…………………………………….......................... D. Implementasi………………………………………………………… E. Evaluasi........………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...
1 2 3 4 5 5 6 10 11 15 17 17 19 22 23 25 27 28 36 41 42 46 49 51
LEMBAR KONSULTASI Tanggal
Materi yang Dikonsulkan dan Uraian
Nama dan
Pembimbing
Tanda Tangan Pembimbing
BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN 1. Konsep Dasar 1. Pengertian Thalasemia Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. Dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari) (Behrman et al, 2010).
Thalasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori mayor adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin (Dorlan, 2010). Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2012). Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa thalasemia merupakan keadaan yang diturunkan, yaitu diturunkan dari keluarga kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan hemoglobin dalam sel darah merah menjadi tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit thalasemia tidak dapat menghasilkan hemoglobin yang mencukupi dalam darah mereka. Hemoglobin adalah bagian sel darah merah yang mengangkut oksigen ke paru-paru dan keseluruh tubuh. Semua jaringan tubuh manusia memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah akan menyebabkan penderita tahalasemia kelihatan pucat karena kekurangan hemoglobin. 2. Jenis Thalasemia Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada thalasemia terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial.
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu thalassemia α dan thalassemia β. Berbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan thalassemia (Berhram et al, 2010). a. Thalassemia α Thalasemia α terjadi akibat duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda (trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo (Hoffband, 2005). 1) Delesi satu gen α / silent carrier/ (-α/αα) Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Hoffband, 2005). 2) Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (--/αα) atau (-α/-α) Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Hoffband, 2005). 3) Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (--/-α) Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Hoffband, 2005). 4) Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (--/--) Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal didalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat
rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan
fetal)
dan
rantai
β
menghasilkan
masing-masing
hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Hoffband, 2005). b. Thalasemia β Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11. Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen. Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Hoffband, 2005). 1) Thalassemia βo Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan Satu pertiga penderita thalassemia mengalami tipe ini (Hoffband, 2005). 2) Thalassemia β+ Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 10-50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Hoffband, 2005). Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada: 1) Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ) Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara normal dan formasi kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi. Anemia yang terjadi adalah mikrositik, hipokrom dan hemolitik. Penurunan ringan pada sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.5-8%). Individu tersebut sepenuhnya
asimptomatik dan selain dari anemia ringan, tidak menunjukkan manifestasi klinis yang lainnya (Hoffband, 2005). 2) Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or (β+β+) Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi. HbA langsung tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja. Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan
transfusi
darah
dan
gejala
tersebut
selalunya
bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai globin γ (Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Hoffband, 2005). 1) Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+) Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Hoffband, 2005). Menurut Ganie (2014) secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu: a. Thalasemia Mayor Thalasemia mayor dikarenakan sifat-sifat gen yang dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan
sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah. b. Thalasemia Minor Thalasemia minor ditandai dengan individu yang hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal dan tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya 3. Etiologi Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik) (Berhram et al, 2010). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak
akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya (Ganie, 2014).
Gambar 1 Penurunan Gen Thalasemia Mendel 4. Patofisiologi Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi (atom Fe) sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β) yaitu HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) dan sisanya HbF (α2γ2) kira-kira 0,5%. Sintesa globin ini telah dimulai pada awal kehidupan masa embrio di dalam kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang, karena rantai globin merupakan suatu protein maka
sintesisnya dikendalikan oleh gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya, yaitu kluster gen globin-α yang terletak pada lengan pendek autosom 16 (16 p 13.3) dan kluster gen globin-β yang terletak pada lengan pendek autosom 11 (11 p 15.4). Kluster gen globin-α secara berurutan mulai dari 5’ sampai 3’ yaitu gen 5’-ζ2-ψζ1αψ2-αψ1-α2-α1-θ1-3’ (Evans et al., 1990). Sebaliknya kluster gen globin-β terdiri dari gen 5’-ε-Gγ-Aγ-ψβ-δ-β-3’(Ganie, 2014). Hemoglobin normal adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpha dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin, sehingga ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpha, tetapi rantai beta memproduksi secara terusmenerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektif. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis (Behrman et al, 2010). Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh (Hoffband, 2005). Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif
disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan
hemodilusi,
dan
destruksi
eritrosit
oleh
system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis (Behram et al, 2010). Hemoglobin yang defective mengakibatkan ketidakseimbangan polipetida, eritrosit tidak stabil yang berakibat pada pecahnya sel darah merah (hemolisis),
akibatnya
suplai
okesigen
keseluruh
tubuh
berkurang.
Berkurangnya suplai oksigen ini menyebabkan terganggunya lairan perfusi jaringan
dan
ketidakseimbangan
oksigen
dengan
kebutuhan
yang
menyebabkan pasien thalasemia mengalami intoleransi dalam beraktivitas, kelemahan yang terjadai pada tubuh penderita menyebabkan penderita mudah lelah dan berdampak pada malas makan/mengunyah sehingga sangat berisiko Kelainan genetik: rantai peptide tubuh. Hal demikian terjadi perubahan nutrisi Gangguan kurang dari kebutuhan Kesalahan letak asam amino menyebabkan banyak orang tua yang memiliki anak thalasemia khawatir akan polipetida kondisi anaknya, kekhawatiran tersebut akibat kurangnya Rantai 2005). dalam molekul informasi/pengetahuan (Ngastiyah, Hb Gangguan eritrosit membawa O2 Kompensator naik pada rantai produksi terus-menerus
Pathway
Ketidakseimbangan polipeptida Kompensator naik pada rantai Eritrosit tidak stabil Hemolisis Suplai O2 berkurang
Hb defectife
Ketidakseimbang O2 dengan kebutuhan
Intolerasi aktivitas
Perubahan perfusi jaringan
Kelemahan
Kelelahan
Kurang pengetahuan orang tua Anoreksia
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Tanda dan Gejala
Ansietas
Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan. Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor). Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik (Hoffband, 2005). Talasemia-β dibagi tiga sindrom klinik ditambah satu sindrom yang baru ditentukan, yakni (1) Talasemia-β minor/heterozigot: anemia hemolitik mikrositik hipokrom. (2) Talasemia-β mayor/homozigot: anemia berat yang bergantung pada transfusi darah. (3) Talasemia-β intermedia: gejala di antara Talasemia β mayor dan minor. Terakhir merupakan pembawa sifat tersembunyi Talasemia-β (silent carrier) (Hoffband, 2005). Empat sindrom klinik Talasemia-α terjadi pada Talasemia-α, bergantung pada nomor gen dan pasangan cis atau trans dan jumlah rantai-α yang diproduksi. Keempat sindrom tersebut adalah pembawa sifat tersembunyi Talasemia-α (silent carrier), Talasemia-α trait (Talasemia-α minor), HbH diseases dan Talasemia-α homozigot (hydrops fetalis) (Hoffband, 2005). Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat, lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan
mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung (Hehram et al, 2010). Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis gejala awalnya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu (Behram et al, 2010). Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu : a. Thalasemia Mayor: 1) Pucat 2) Lemah 3) Anoreksia 4) Sesak napas 5) Peka rangsang 6) Tebalnya tulang kranial 7) Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali 8) Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang 9) Disritmia 10) Epistaksis 11) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik 12) Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml 13) Kadar besi serum tinggi 14) Ikterik 15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan datar. b. Thalasemia Minor 1) Pucat 2) Hitung sel darah merah normal 3) Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang 4) Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar normal
6. Komplikasi Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Behrman et al, 2010) 7. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test. a. Screening test Menurut Hoffband (2005) di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan thalasemia, screening test dilakukan dengan cara: 1) Interpretasi apusan darah Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining. 2) Pemeriksaan osmotic fragility (OF) Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis.
3) Indeks eritrosit Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan. 4) Model matematika Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β. Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut.
2. Definitive test Menurut Hoffband (2005) definitive test dilakukan dengan cara: 1) Elektroforesis hemoglobin Pemeriksaan ini dapat menentukan berbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis thalassemia seperti pada thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan HbJ. 2) Kromatografi hemoglobin Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun
terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2. 3) Molecular diagnosis Pemeriksaan ini adalah
gold
standard
dalam
mendiagnosis
thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku. 8. Pencegahan WHO menganjurkan dua cara pencegahan yakni pemeriksaan kehamilan dan penapisan (screening) penduduk untuk mencari pembawa sifat talasemia. Program itulah yang diharapkan dimasukkan ke program nasional pemerintah. Menurut Hoffband (2005) konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan yang berisiko mempunyai seorang anak yang menderita suatu defek hemoglobin yang berat. Jika seorang wanita hamil diketahui menderita kelainan hemoglobin, pasangannya harus diperiksa untuk menentukan apakah dia juga membawa defek. Jika keduanya memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko suatu defek yang serius pada anak (khususnya Talasemia-β mayor) maka penting untuk menawarkan penegakkan diagnosis antenatal (Hoffband, 2005). Ada 2 pendekatan untuk menghindari talesemia yaitu dengan cara penapisan populasi dan diagnosa prenatal. Bila heterozigot menikah, 1-4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot. 1. Penapisan (screening) a. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangannya bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan talasemia β berat. b. Bila populasi tersebut menghendaki pemilihan pasangan, dilakukan penapisan premarital yang bisa dilakukan di sekolah anak. Penting menyediakan program konseling verbal maupun tertulis mengenai hasil penapisan Talasemia (Hoffband, 2005).
c. Alternatif lain adalah memeriksa setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Penapisan yang efektif adalah ukuran eritrosit, bila MCV dan MCH sesuai gambaran talasemia, perkiraan kadar HbA2 harus diukur, biasanya meningkat pada talasemia β. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis gen rantai α. Penting untuk membedakan talasemia αo(-/αα) dan talasemia α+(-α/α), pada kasus pasien tidak memiliki risiko mendapat keturunan Talesemia αo homozigot. Pada kasus jarang dimana gambaran darah memperlihatkan Talesemia β heterozigot dengan HbA2 normal dan gen rantai α utuh, kemungkinannya adalah Talasemia α non delesi atau Talasemia β dengan HbA2 normal. Kedua hal ini dibedakan dengan sintesis rantai globin dan analisa DNA. Penting untuk memeriksa Hb elektroforase pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb (Hoffband, 20005). 2. Diagnosis Prenatal Tehnik diagnosis digunakan untuk analisis DNA setelah tehnik CVS, mengalami perubahan dengan cepat beberapa tahun ini. Diagnosis pertama yang digunakan oleh Southern Blotting dari DNA janin menggunakan Restriction Fragment Length Polymorphism (RELPs), dikombinasikan dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari mutasi yang lebih baru, perkembangan
dari
Polymerase
Chain
Reaction
(PCR)
untuk
mengidentifikasikan mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk α dan β dari Talasemia secara langsung dengan analisis DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida untuk
mendeteksi
mutasi
individual,
membuka
jalan
bermacam
pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis prenatal. Contohnya diagnosis menggunakan hibridasi dari ujung oligonukleotida yang diberi label 32P spesifik untuk memperbesar region gen globin β melalui membran nilon. Sejak sekuensi dari gen globin β dapat diperbesar lebih 108 kali, waktu hibridasi dapat dibatasi
sampai 1 jam dan seluruh prosedur diselesaikan dalam waktu 2 jam ((Hoffband, 20005). Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal. Contohnya, tehnik Amplification Refractory Mutation System (ARMS), berdasarkan pengamatan
bahwa pada beberapa kasus,
oligonukleotida. Angka kesalahan dari berbagai pendekatan laboratorium saat ini, kurang dari 1%. Sumber kesalahan antara lain, kontaminasi ibu pada
DNA
janin,
non-paterniti,
dan
rekombinasi
genetik
jika
menggunakan RELP linkage analysis (Hoffband, 20005). 9. Pengobatan Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain : a. Medikamentosa 1) Desferoxamine Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya
penumpukan
zat
besi
yang
disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/L atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari diberikan secara subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah. 2) Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi 3) Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. 4) Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah b. Bedah Splenektomi, dengan indikasi:
1) Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur 2) Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun. 3) Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLAspesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini. c. if Tranfusi Ddrah untuk mempertahankan Hb penderita antara 8 g/dl 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang
adekuat,
menurunkan
tingkat
akumulasi
besi,
dan
dapat
mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. 10. Perawatan Menurut Ngastiyah (2005) perawatan yang dibutuhkan pasien thalasemia diantaranya: a. Kebutuhan nutrisi Pada umumnya pasien dengan thalasemia mengalammi penurunan nafsu makan, ditambah lagi kelemahan dalam tubuhnya menyebabkan pasien malas makan/mengunyah sehingga mengakibatkan nutrisi berkurang. Jika hal tersebut tidak diatasi akan menambah buruk keadaan pasien. Pasien thalasemia perlu diberikan makanan lunak dengan lauk pauk dicincang, tetapi harus mengandung sayuran yang berserat. Untuk menarik minat makan anak, berikan makanan favorit anak yang disajikan dalam wadah yang menarik, tapi perlu diperhatikan agar makanan tersebut tetap adekuat susunan gizinya.
Untuk menambah kalori anak bisa diberikan susu, agar gizi tetap terjaga. b. Pemberian transfusi darah Transfusi darah merupakan pengobatan paling penting dalam thalasemia,
tetapi
tidak
jarang
menimbulkan
reaksi
yang
membahayakan jika kurang teliti dalam pelaksanaannya. Untuk itu perlu
memperhatikan
nama
pasien,
golongan
darah,
tanggal
pembuatan dan expired darah, dalam pemberian darah tidak oleh dikocok-kocok, dihangatkan ataupun direndam meskipun baru keluar dari lemari es, penyimpanan darah harus menggunkn lemari es khusus yang tidak digunakan untuk menyimpan makanan/minuan karena dapat merusak darah dan reaksi yang timbul setelah transfusi. Jika ditemukan adanya reaksi akibat transfusi darah seperti menggigil, timbul kemerahan pada kulit (urtikaria), pinggang pegal, ataupun rasa terbakar dalam vena maka hentikan transfusi dengan klem lalu hubungi dokter, bila terjadi kenaikan suhu (demam) beri kompres dingin dan banyak minum, lalu tanyakan pada dokter apakah transfusi dihentikan atau dilanjutkan, karena pasien dengan penyakit darah akan meningkat suhunya setelah transfusi lalu akan turun dengan sendirinya setelah transfusi selesai.
B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Asal keturunan/kewarganegaraan Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti Turki, Yunani, Cyprus. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita (Suriadi, 2011). b. Umur Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun (Suriadi, 2011). c. Riwayat kesehatan anak Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport (Suriadi, 2011). c. Riwayat kesehatan keluarga Thalasemia merupakan penyakit menurun, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan (Suriadi, 2011). d. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC) Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter (Suriadi, 2011). e. Pertumbuhan dan perkembangan Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk
thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal (Suriadi, 2011). f. Pola makan Anoreksia menyebabkan anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya (Suriadi, 2011). g. Pola aktivitas Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah (Suriadi, 2011). h. Menurut Suriadi (2011) data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah: 1) Keadaan umum Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal 2) Kepala dan bentuk muka Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar 3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan 4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman 5) Dada Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik. 6) Abdomen Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplemagali) 7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. 8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik. 9) Kulit Warna kulit pucat kekuning-kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis). 2. Diagnosis Keperawatan a. Ketidakefektifan perfusi jaringan ybd berkurangnya komponen seluler b. c. d. e.
yang menghantarkan oksigen/nutrisi Intoleransi aktifitas ybd tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ybd anoreksia Kelelahan ybd kelemahan akibat proses penyakit Ansietas orang tua ybd kurangnya pengetahuan tentang penyakit thalasemia (Rohmah, 2012)
3. Rencana Asuhan Keperawatan a. Ketidakefektifan perfusi jaringan ybd berkurangnya komponen seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi Tujuan: Perfusi jaringan anak efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: 1) TTV dalam batas normal a) TD: sistole 80-110 mmHg, diastole 50-80 mmHg b) N 70-110 x/menit c) RR 20-30 x/menit d) S 36,5-37oC 2) Kulit lembab 3) Akral hangat 4) Kesadara anak composmentis Intervensi: 1) Manajemen Oksigenasi R/ Mengelola pemberian oksigen dan memonitor keefektifannya a) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan hipotensi R/ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenisasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontra indikasi bila ada hipotensi b) Berikan terapi bermain kontes meniup bola nafas R/ Mempertahankan pernafasan, mengetahui adanya dispneu 2) Monitoring a) Monitoring TTV R/ Perubahan tanda-tanda vital menunjukkan peningkatan penurunan sirkulasi b) Kaji warna kulit/membran mukosa dan CRT R/ Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi c) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi gangguan memori, bingung R/ Perubahan
perfusi
jaringan
mempengaruhi
status
neurologis/kesadaran anak 3) Berikan edukasi tentang pemenuhan nutrisi anak R/ pemenuhan nutrisi diperlukan tubuh untuk mensuplai oksigen keseluruh tubuh
4) Laksanakan kolaborasi pemeriksaaan darah a) Pemeriksaan laboratorium Hb, Hmt, AGD R/ Mengindentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi b. Intoleransi aktifitas ybd tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen Tujuan: Aktivitas anak tercukupi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: 1) TTV dalam batas normal a) TD: sistole 80-110 mmHg, diastole 50-80 mmHg b) N 70-110 x/menit c) RR 20-30 x/menit d) S 36,5-37oC 2) Melakukan aktifitas sesuai yang dianjurkan perawat Intervensi: 1) Manajemen aktivitas R/ mengatur penggunaan energi untuk mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi a) Tentukan keterbatasan aktifitas fisik anak R/ bantuan diberikan sesuai dengan kemampuan aktivitas anak b) Dorong pengungkapan perasaaan anak tentang adanya hambatan beraktivitas R/ Pengungkapan perasaan anak membantu data pengkajian terkait dengan aktivitas c) Bantu anak menjadwalkan istirahat dan aktifitas R/ istirahat yang cukup dan teratur dapat mengurangi kebutuhan energi 2) Monitoring a) Monitor intake nutrisi R/ Sumber energi yang cukup memberikan energi untuk beraktivitas b) Monitor respon kardiopulmonari terhadap aktifitas (seperti takikardi, dispnea, disritmia, diaporesis, frekuensi pernafasan, warna kulit, tekanan darah) R/ Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksugen adekuat ke jaringan/ 3) Berikan edukasi tentang pengehematan energy dalam beraktivitas
a) Ajari pasien untuk mengenali tanda dan gejala kelelahan sehingga dapat mengurangi aktifitasnya R/ Pengetahuan mendorong anak dan keluarga untuk menghemat energi 4) Laksanakan kolaborasi peningkatan energi a) Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara peningkatan energi melalui makanan R/ nutrisi yang cukup memberikan energy untuk anak dalam beraktivitas c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ybd anoreksia Tujuan: Nutrisi anak terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: a. Berat badan sesuai dengan umur dan tinggi badan b. Rambut hitam sehat dan kuat c. Tidak ada kelainan kulit d. Tidak ada mual muntah e. Pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur Intervensi 1) Manajemen Nutrisi R/ menyediakan asupan makanan dan cairan yang seimbang a) Tanyakan pada pasien tentang alergi terhadap makanan R/ Alergi makanan perlu dihindari untuk mencegah ternyadinya masalah kesehatan yang baru b) Tanyakan makanan kesukaan anak R/ Makanan kesukaan menstimulus anak untuk sering makan c) Berikan terapi bermain pesta kue dimeja kecil R/ Memenuhi kebutuhan nutrisi yang dilakukan dalam bentuk bermain, agar lebih menarik 2) Monitoring tanda-tanda malnutrisi a) Monitor adanya penurunan BB R/ indikasi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b) Monitor rambut anak R/ Rambut merah jagung dan mudah rabut tanda kekurangan nutrisi c) Monitor kulit (kering) dan perubahan pigmentasi dan turgor kulit R/ Kulit kering dikarenakan jaringan kulit kekurangan lemak
d) Monitor mual dan muntah R/ mual muntah pemicu anoreksia e) Monitor pertumbuhan dan perkembangan R/ pertumbuhan dan perkembangan dipantau sesuai dengan warna garis KMS 3)
Berikan edukasi tentang pemenuhan nutrisi a) Jelaskan pada orang tua untuk tidak memberi anak sayur bayam, kangkung atau hati R/ bayam, kangkung, hati mengandung zat besi, didalam tubuh anak yang menderita thalasemia terdapat kelebihan zat besi b) Berikan makanan dalam bentuk lunak R/ makanan lunak mempermudah proses pencernaan didalam lambung, makanan kasar berisko melukai lambung anak c) Sajikan diit dalam keadaan hangat dan wadah menarik R/ makanan yang disajikan dalam keadaan hangat dan dikemas dalam wadah yang menarik lebih enak dan menstimulus anak untuk mencoba makan d) Jelaskan pada ibu untuk memberi makan anak sesuai dengan diit R/ Masukan kalori yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan
4)
energi Kolaborasi pemenuhan nutrisi a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan (TKTP) R/ Anak dengan thalasemia membutuhkan diit khusus untuk
memenuhi utrisinya agar sesua dengan kebutuhan d. Kelelahan ybd kelemahan akibat proses penyakit Tujuan: Kelelahan anak teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: a. TTV dalam batas normal 1) TD: sistole 80-110 mmHg, diastole 50-80 mmHg 2) N 70-110 x/menit 3) RR 20-30 x/menit 4) S 36,5-37oC a. Memiliki energi untuk beraktifitas b. Tidak lemas
Intervensi a. Manajemen energi R/ Mengatur penggunaan energi untuk mencegah kelelahan dan mengoptimalkan fungsi 1) Tentukan keterbatasan aktifitas fisik anak R/ bantuan diberikan sesuai dengan kemampuan aktivitas anak 2) Dorong pengungkapan perasaaan anak tentang adanya kelelahan saat beraktivitas R/ Pengungkapan perasaan anak membantu data pengkajian terkait dengan aktivitas 3) Bantu anak menjadwalkan istirahat dan aktifitas R/ istirahat yang cukup dan teratur dapat mengurangi kebutuhan energi 1) Monitoring 1) Monitor tanda-tandavital R/ peningkatan tanda-tanda vital salah satu tanda kelelahan 2) Monitor intake nutrisi untuk meyakinkan sumber energi yang cukup R/ kekurangan nutrisi menyebabkan tubuh kurang energy sehingga lelah dalam beraktivitas 3) Monitor kondisi anak R/ lemas adalah salah satu tanda anak mengalami kelelahan a. Berikan edukasi tentang anemia R/ lelah dan pucat adalah tanda-tandat anemia pada anak yang menderita thalasemia, untuk itu penting bagi orangtua untuk segera membawa anak ke layanan kesehatan untuk mendapat transfusi darah b. Konsultasi dengan ahli gizi tentang cara peningkatan energi melalui makanan R/ Anak dengan thalasemia membutuhkan diit khusus untuk memenuhi utrisinya agar sesua dengan kebutuhan 1. Ansietas orang tua ybd kurangnya pengetahuan tentang penyakit thalasemia Tujuan: Ansietas orangtua berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil: a. Mengungkapkan pemahaman penyakit b. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
c. Mengungkapkan cemasnya berkurang d. Menunjukkan peningkatan konsentrasi dan akurasi dalam berpikir Intervensi a. Manajemen ansietas R/ Meminimalkan rasa takut, cemas, merasa dalam bahaya atau ketidaknyamanan terhadap sumber yang tidak diketahui. 1) Gunakan pendekatan dengan konsep atraumatik care R/ Mengurangi distress fisik maupun psikologi yang dialami anak maupun orang tua 2) Jangan memberikan jaminan tentang prognosis penyakit R/ Mencegah tuntutan keluarga terhadap kesembuhan anak 3) Pahami harapan pasien dan keluarga dalam situasi ansietas R/ bersikap empati terhadap pasien dan keluarga 4) Temani anak dan untuk memberikan keamanan dan mengurangi ansietas R/ Kurangnya pengetahuan membuat keluarga cemas dalam melakukan tindakan keperawatan, pendampingan memberikan rasa tenang dan percaya diri bagi pasien anak dan keluarga b. Monitoring tanda kecemasan 1) Monitor pemahaman orangtua terhadap penyakit anak R/ Pemahaman terhadap penyakit meningkatkan adaptasi orangtua terhadap penyakit anaknya 2) Monitor tanda-tanda ansietas R/ Snsietas ditandai dengan muka gelisah, kebingungan, menangis 3) Monitor kecemasan orang tua R/ Kecemasan orangtua berkurang ketika mendapat pengetahuan 4) Monitor konsentrasi dan akurasi dalam berpikir R/ Orang yang cemas tidak dapat konsentrasi dalam berfikir c. Berikan edukasi tentang penyakit thalasemia R/ Meningkatkan pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita anaknya 1) Jelaskan pada orang tua etiologi thalasemia R/ Penyakit thalasemia diturunkan dari orang tua kepada anaknya 2) Jelaskan pada orang tua pengobatan thalasemia R/ Penderita thalasemia membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya, sehingga memungkinkan munculnya komplikasi akibat transfusi 3) Jelaskan pada orangtua pentingnya pemeriksaan darah sekeluarga
R/ Pemeriksaan darah sekeluarga diperlukan untuk mengetahui adanya kelaianan darah dan siapa yang membawa sifat thalasemia d. Bersama tim kesehatan, berikan informasi mengenai diagnosis, tindakan prognosis R/ informasi menambah pengetahuan keluarga, sehingga keluarga dapat beradaptasi terhadap penyakit anaknya dan mengurangi kecemasan.
BAB 2 LAPORAN KASUS 1. Pengkajian
UMUM
PENGKAJIAN DENGAN FORMAT BODY SYSTEM FORMAT PENGKAJIAN KLINIK KEPERAWATAN ANAK KOMPREHENSIF DIADAPTASI DARI NIKMAH’S THE TREE MODEL OF PEDIATRIC BODY SYSTEM ASSESSMENT(N-PBSA TREE MODEL) Nama: An. H No regester: 012792 Umur: 8 th DX. Medis: Thalasemia Agama: Islam Tgl/jam MRS: 17-12-2015/10.00 WIB Pekerjaan ortu: Wiraswasta Tgl/jam pengkajian: 17-12-2015/10.00 WIB Penanggung Jawab: Ny. Z Alamat: Silodakon Keluhan utama: anoreksia. Riwayat Penyakit: Ibu datang di Poli Anak RSD dr. Soebandi Jember tanggal 17 Desember 2015 pukul 10.00 WIB untuk melakukan kontrol pada anaknya karena waktunya transfusi darah. Ibu mengatakan mulai 3 hari yang lalu anaknya mengalami penurunan nafsu makan dan sering mengeluh cepat lelah setiap kali bermain. Sejak usia 7 tahun anak didiagnosa thalasemia, telah melakukan transfusi darah sebanyak 15 kali dan mendapat pengobatan vitamin E, vitamin C, kalsium, exjade dan asam folat dengan dosis 1 x ½ tablet. Hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 16 November 2015 yaitu Hb = 5,4 gr/dL, leukosit = 8,1 109L, PCV = 17,4 gr/L, T = 181, BB anak 20 kg, TB 118 cm. Saat pengkajian tanggal 17 Desember 2015 didapatkan hasil BB = 20 kg, TB = 118 cm, LK = 53 cm, Lila = 17 cm, TD = 100/60 mmHg, RR =28 x/menit, N = 84 x/menit, S = 36oC B1
Airway: Jalan napas bersih RR: 28 Kpm; x Sumbatan jalan napas x ronchi x wheezing x stridor
Breathing: x nyeri dada saat batuk/napas x Kesulitan bernapas x batuk produktif/ tidak produktif x barell cest x pigeon cest x Retraksi dinding dada dyspnea/orthopnea/apnea
x Merintih ekspansi dada adekuat/inadekuat skore down: tidak terkaji x Sianosis perifer/central x pernafasan cuping hidung □ lain-lain……………………
B2
B3
B4
B5
Blood/kardiovaskuler: nadi 84 Kpm tensi 100/60 mmHg BJ 1-BJ2 tunggal x murmur x nyeri dada x pucat/sesak saat aktifitas Hematologi: x perdarahan dari …………… x jumlah darah …………….cc x ptecie x rumple leed test posistif Brain/Persyarafan: KU: cukup baik GCS: CM x Apatis x Somnolent x Sopor x Coma x kejang x kaku kuduk x tremor x rewel x gelisah
Bladder/Perkemihan: BAK 4-5 Kph warna: kuning jernih bau amonika PU: ± 50-60 cc
Bowel/Pencernaan: x bibir merah cerry x bibir/sudut pecah x gusi bengkak x lidah kotor gigi susu tumbuh x gigi susu lepas
Sirkulasi: akral hangat CRT < 2 detik suhu 36˚C mata oedem (-) turgor < 2 detik haus (-) UUB: keras in take cairan: out put cairan: cairan balans: x dehidrasi x overhidrasi x edema Persyarafan: Pupil: isokor x unisokor x midriasis x miosis x unrespon Reflek: normal x abnormal x parese ┼ x plegi ┼ x nyeri kepala x nyeri di ……….… PQRST………………… ………
Imunitas: imunisasi HB0 imunisasi BCG imunisasi DPT 1,2,3 imunisasi Polio, 1,2,3,4 imunisasi campak reaksi imunisasi demam, bengkak di area injeksi imunisasi x tidak pernah imunisasi □ alasan: ……………………… ………………………………... ………………………………..
x dysuria x pyuria x hematuria x poliuri x inkontinensia x oligouria x anuria x retensi urin
x kateter x cytostomy pancaran urine kuat/lemah x phymosis x sirkumsisi
Pencernaan: x asites x melena x spider nevi x bising usus naik x nyeri mc burney x nyeri ulu hati
Lain-lain : .................................. Nutrisi: x ASI x susu formula x bubur halus x bubur kasar x sari buah x sonde x retensi …………………….cc x intake(I) kkal (saat pegkajian)
Persepsi sensoris: Gangguan indera: x penghidu x penglihatan x perabaan x pendengaran x pengecapan Istirahat-tidur: tidur: 7-9 jam/ hari x insomnia x enuresis x tidak segar sewaktu bangun
caries gigi, gigi berlubang x moniliasis x copliks spot x psudomembran x tonsil membesar
B6
Bone/ Muskuloskletal: Sendi: bebas/kontraktur x terbatas pada x radang □nyeri x tulang intak/open/close fraktur di ………….. x eksternal fiksasi di ........ x kekuatan otot: kuat/lemah Lainlain : ................................
x nyeri supra pubis Nutrisi : anoreksia x mual x muntah x nyeri telan xcolostomy x nyeri perut x kembung. □BAB 1 Kph x diare/darah+ x konstipasi x sariawan Integument /perawatan diri: rambut bersih/kotor x lanugo + x ketombe x kutu x rontok hidung bersih/kotor mulut bersih/kotor kulit bersih/kotor □ kulit intak x tali pusat blm lepas x icterus
x kebutuhan (K) kkal/hari x I-K= ± kkal/hari x diet x makanan pantangan: x alergi makanan: Lain-lain : ................................. …………………………………
x AKL bersih/kotor x iritasi perianal x meconium + lubang anus + x mandiri/parsial x mandi/berpakaian/makan/ toileting/instrumental dibantu x jejas……….
B7
Breast: seksualitas Data Ibu: tidak terkaji Payudara ibu : □ lunak □ keras □ nyeri tekan □ benjolan (fixed/ bergerak) Puting : □ menonjol□ datar □ tenggelam□ lecet/luka ASI : □ keluar/ tidak keluar □ menyusui tidak menyusui
Data anak: Perinatal: periksa kehamilan: 6-8 kali usia kehamilan: 37 mmg lahir ditolong: dokter BBL 3600 gram AS: tidak terkaji male: x mimpi basah x suara berubah x tumbuh jakun x sex pranikah x homosex x merokok
Data anak: female:□ menarche □ Menstruasiteratur/tidak teratur □ menorrhagia □ metrorraghia □dysmenorrea □ amenorrhea □ keputihan □ gatal Payudara klien: □ lunak □ keras□ nyeri tekan □ benjolan (fixed/ bergerak)
B8
Bonding attachment:
Psikologis anak:
Development:
□ IMD x ASI ekslusif □ kunjungan keluarga x kelahiran diharapkan □ keluarga responsive □ tidak ada kekerasan fisik/non Fisik Psikologis orangtua: x ortu menangis/unkooperatif x berduka x kehilangan x depresi x panic cemas banyak Tanya x menyalahkan diri sendiri x menyalahkan orang lain x tidak menghiraukan anak
B9
Behavior and community: x peran berhubungan dengan keluarga/sebaya/lingkungan terganggu x minum alcohol x narkoba kebutuhan belajar: x lingkungan keluarga/ sekolah/kelompok social/ masyarakat tidak sehat ……………………..…….
x takut x menangis x menjerit x menolak perawat x sedih x cemas x gelisah x marah x meronta x menolak tindakan x ingin pulang x berduka x kehilangan x depresi x panik x rendah diri x malu x menunduk x kontak mata negatif x sulit bicara x menarik diri Growth: □ BBL: 3,6 kg □ BBS: 20 kg □ BBD: 20 kg □ BBI: 16 kg □ status gizi normal (95 % dari BBI) □ LK: 53 cm (N/L/K) □ LILA 17 cm (N/L/K)
□ new ballard score: tidak terkaji □ KMK □ SMK □ BMK (Reflek primitive) □ reflek hisap kuat/lemah □ reflek rooting +/□ reflek genggam □ reflek babinski +/-
Spiritual value: (Tidak terkaji) □ belum mencapai internalisasi nilai baikburuk □ memahami nilai beragama melaksanakan kegiatan ibadah □ distress spiritual
Cultural value: (Tidak terkaji) □ memercayai nilai dalam masyarakat tentang ……………………………… ……………………………… □ melaksanakan ritual/tradisi budaya ……….……………… ……………………………….
□ reflek moro +/□ kunj. posyandu rutin/tidak rutin □ KPSP (S/M/G) □ TDD (N/G) □ TDL (N/G) □ CHAT (N/G) □ KMME (N/G) □ GPPH (N/G) Aktifitas bermain baik x malas bermain □ lain-lain: ………………………
□ mempunyai adat-istiadat tentang kesehatan …………… ……………………………….
B10 Blood examination Laboratorium (tanggal/hasil/satuan) pilih yang focus dan sesuai 16 November 2015 Hb = 5,4 gr/dL, leukosit = 8,1 109L, PCV = 17,4 gr/L, T = 181
Pemeriksaan penunjang: □ Radiologi (tanggal/hasil) .......................................... .................. □ ECG (tanggal/hasil) .......................................... .. □ lain-lain (tanggal/hasil)
Terapi/medikasi: (tanggal/ nama obat dengan lengkap/ dosis pemberian/ cara pemberian) 16 November 2015 Vitamin E, vitamin C, kalk, exjade dan asam folat dengan dosis 1 x ½ tablet
ANALISA DATA TGL/JAM 17/12/15
PENGELOMPOKAN DATA DS:
MASALAH Defisiensi
10.00
Ibu mengatakan “sudah 3
WIB
hari ini anak saya susah tentang perawatan makan, sehari hanya makan
KEMUNGKINAN PENYEBAB Gangguan memori
pengetahuan nutrisi
2 kali habis setengah porsi. Saya pernah baca-baca tips mengatasi
anak
susah
makan, tapi lupa. Kayak ada kombinasi makan gitu, apa harus selalu ditambah vitamin ? dia sudah dapat vitamin dari dokter poli” DO: Ibu
nampak
mengingat-
ingat 17/12/15
Ibu sering bertanya DS :
Defisiensi
Kurang sumber pengetahuan
10.10
Ibu mengatakan “kenapa ya
pengetahuan
WIB
anak saya sering mengeluh
tentang perawatan
capek ? apa karena tidak mau makan ? biasanya lebih aktif dari hari ini. Dulu dokter pernah menjelaskan tapi saya salah menerapkan apa yang sudah dokter anjurkan” DO:
kelelahan
Ibu sering bertanya
DIAGNOSA KEPERAWATAN TGL/JAM
NO. DIAGNOSA
DIAGNOSA KEPERAWATAN
PARAF
02-12-15 08.00 WIB
1
Defisiensi pengetahuan tentang perawatan Erda nutrisi ybd gangguan memori
2
Defisiensi pengetahuan tentang perawatan
Erda
kelelahan ybd kurang sumber pengetahuan 3
Kesiapan meningkatkan pengetahuan tentang perawatan nutrisi
Erda
DAFTAR PUSTAKA Behrman, Kliegman, Arvin. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC Dorland, WA. (2010). Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC. Ganie, A. (2014). Kajian DNA Thalasemia Alpha di Medan. Medan: USU Press. Hoffband, et al. (2005). Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran. Jakarta: EGC. NANDA. 2015. Diagnosis keperawatan: definisi & klasifikasi 2015-1017, Edisi 10. Jakarta: EGC Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC Rohmah, N. (2012). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz _________. (2013). Dasar-dasar Keperawatan Anak. Jember Supardiman, I. (20012). Hematologi Klinik. Bandung: Alumni Bandung. Supartini, Y. (2014). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Suriadi. (2011). Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. Jakarta: PT Fajar Interpratama