Tb 5s7054

BAB I PENDAHULUAN

Tuberculosis anak adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun(1,2). Pada tahun 2000 terdapat 8,3 juta kasus baru TB di dunia dan 10,7% diantaranya terjadi pada anak-anak. Sekitar 75% kasus TB anak tersebut terjadi di Negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia terjadi pada 23 orang per 100.000 anak(3). TB pada anak yakni berusia <15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB yang terjadi di negara berkembang(4). Di Indonesia laporan TB anak jarang didapatkan, diperkirakan 5%-6% dari total kasus TB. Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012(2). Penyebab TB adalah kuman Mycobacterium tuberculosis yang memiliki ciri – ciri berbentuk batang lengkung, gram positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0.3 – 0.6 μm, tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan ultraviolet(5,6). Penularan

tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara disekitar kita. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru dan menginfeksi jaringan paru tersebut(5). Gejala sistemik/umum TB anak adalah berat badan turun tanpa sebab yang jelas , demam lama (≥2 minggu), batuk lama ≥3 minggu, nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang,lesu atau malaise, diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare(2).

1

Untuk mendiagnosa TB pada anak dapat melalui anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Untuk memudahkan dalam mendiagnosis, IDAI merekomendasikan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring melalui gejala klinik dan pemeriksaan penunjang, dimana parameter yang digunakan yaitu kontak TB, uji tuberculin (mantoux), berat badan atau keadaan gizi, demam yang tidak diketahui penyebabnya, batuk kronik,pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal, pembengkakan tulang / sendi panggul, lutut,falang dan foto thoraks(2,7). Jika hasil dari system scoring didapatkan ≥6 maka dapat dilanjutkan terapi OAT selama 2 bulan dan dievaluasi. Jika memberikan respon maka terapi dilanjutkan tetapi apabila tidak memberikan respon terapi tetap dilanjutkan sambil mencari penyebab lain. Penatalaksanaan TB terdiri dari 2 tahap yaitu tahap intensif paket obat OAT yang diberikan yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) yang diminum selama 2 bulan setiap hari dan tahap lanjutan obat OAT anak yaitu Rifampisin(R), Isoniazid (H), yang diminum selama 4 bulan setiap hari(2,7). Pencegahan dapat dilakukan yaitu dengan memberikan vaksin BCG, skrining dan manajemen kontak dan memberikan isoniazid sebagai pencegahan(2).

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronik dan menular langsung yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hamper semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer(3). TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun(2).

2.2

Epidemiologi TB merupakan penyakit yang menjadi problem kesehatan dunia yang

utama. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia. Sebagian besar kasus TB terjadi di negara berkembang. Dan 75% berada pada usia produktif yakni 20-49 tahun(4). Pada tahun 2000 terdapat 8,3 juta kasus baru TB di dunia dan 10,7% diantaranya terjadi pada anak-anak. Sekitar 75% kasus TB anak tersebut terjadi di Negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia terjadi pada 23 orang per 100.000 anak, dimana 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia < 15 tahun. (3, 4). TB pada anak yakni berusia <15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB yang terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negara maju kejadian TB pada usia tersebut lebih rendah yaitu 5%-7%. Di Indonesia laporan TB anak jarang didapatkan, diperkirakan 5%-6% dari total kasus TB(4). Pada tahun 1985 di laporkan bahwa dari 1261 kasus TB anak berusia <15 tahun, 63% diantaranya berusia <5 tahun. Data seluruh kasus TB anak dari tujuh rumah sakit Pusat Pendidikan Indonesia selama5 tahun (1998-2002) dijumpai 1086 kasus TB denganangka kematian bervariasi dari 0%-14,1%. Kelompokusia terbanyak 12-60 bulan (42,9%), sedangkan bayi<12 bulan didapatkan 16,5%.16 Laporan

hasil

Riset

Kesehatan

Dasar

(Riskesdas)

tahun

2007, 3

didapatkanprevalensi 12 bulan TB paru klinis di Indonesia 1% dengan kisaran 0,3% (Lampung) sampai 2,5% (Papua).Berdasarkan kelompok umur dijumpai prevalensi TB,kurang dari 1 tahun 0,47%, 1–4 tahun 0,76% danantara 5–14 tahun 0,53%(2, 4). Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012(2).

2.3

Etiologi Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Terdapat 2

macam mycobacteria yang menyebabkan penyakit tuberculosis yaitu tipe human (berada dalam bercak ludah dan droplet) dan tipe bovin yang berada dalam susu sapi. Kuman ini merupakan anggota ordo

Actinomycetes dan family

Mycobacteriaceae. Ciri – ciri kuman berbentuk batang lengkung, gram positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1 – 4 μm dan tebal 0.3 – 0.6 μm, tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan ultraviolet. Tumbuh pada media sintetis yang mengandung gliserol sumber karbon dan garam ammonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37 – 41 ºC, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen(5,6).

Gambar 1. Mycobacterium tuberculosis

4

2.4

Patogenesis Kompleks primer tuberculosis adalah infeksi lokal pada tempat masuk dan

limfonodi regional yang mengalirkan daerah tersebut. Paru-paru adalah tempat masuk pada lebih dari 98% kasus. Awalnya basil tuberkel memperbanyak diri di alveoli dan duktus alveolaris. Kebanyakan basil akan mati tetapi ada beberapa yang bertahan hidup dalam makrofag yang dinonaktifkan, yang membawanya melalui vasa limfatika ke limfonodi regional. Kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon(2,5). Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex)(2). Reaksi jaringan dalam parenkhim paru-paru dan limfonodi intensif pada 212 minggu berikutnya karena terjadi hipersensitivitas jaringan. Bagian parenkim kompleks primer sering menyembuh secara sempurna dengan fibrosis atau kalsifikasi sesudah mengalami nekrosis perkejuan dan pembentukan kapsul. Kadang-kadang dapat membesar, menimbulkan pneumonitis dan pleuritis setempat. Selama perkembangan kompleks primer basili tuberkel di bawa kebanyakan jaringan tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Penyebaran terjadi jika jumlah basili yang bersirkulasi besar dan respon hospes tidak adekuat(5).

5

Waktu antara infeksi awal dan penyakit yang tampak secara klinis adalah sangat bervariasi. Tuberculosis tersebar atau meningeal adalah manifestasi awal sering terjadi dalam 2-6 bulan infeksi. Tuberculosis paru yang terjadi lebih dari setahun sesudah infeksi primer biasanya disebabkan pertumbuhan kembali basili endogen yang menetap pada lesi yang sebagian berkapsul. Reaktivasi tuberculosis ini jaang pada anak tetapi lebih sering pada remaja dan orang dewasa muda. Bentuk yang paling sering adalah infiltrate atau kaverna di apeks lobus atas dimana tensi oksigen dan aliran darah besar(5). Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI)(2). Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB(2). Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik(2).

6

Gambar 2. Bagan Patogenesis TB Anak(2)

Catatan : 1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread). Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari. 2.

Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan limfadenitis regional (3).

3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya. 4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB tipe dewasa (adult type TB). 7

2.5

Manifestasi Klinis Gejala sistemik/umum TB anak adalah sebagai berikut(2):

1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik. 2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain. 3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan. 4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive). 5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain. 6. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare. Gejala klinis pada organ yang terkena TB, tergantung jenis organ yang terkena, misalnya kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang, dan kulit, adalah sebagai berikut(2): a. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli): Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens. b. Tuberkulosis otak dan selaput otak: 

Meningitis TB: Gejala-gejala meningitis dengan seringkali disertai gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.



Tuberkuloma otak: Gejala-gejala adanya lesi desak ruang.

c. Tuberkulosis sistem skeletal: 

Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus).



Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda peradangan di daerah panggul. 8



Tulang lutut (gonitis): Pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang jelas.



Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).

d. Skrofuloderma: Ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge). e. Tuberkulosis mata: 

Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).



Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).

f. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.

2.6

Diagnosis Diagnosis pasti TB paru ditegakkan dengan ditemukan M. tuberculosis

pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Dalam menegakkan diagnosis pasti TB pada anak mengalami kesulitan disebabkan oleh sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan specimen. Pertimbangan tuberculosis pada anak jika(7) : Anamnesis(1,3,7) 

Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh.



Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.



Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.



Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.

Pemeriksaan fisis(7) 

Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.



Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.



Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bias negatif pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk atau baru menderita campak.

9



Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut panjang/tinggi badan. Untuk memudahkan mendiagnosis TB pada anak, IDAI merekomendasikan

penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring berdasarkan gejala dan pemeriksaan penunjang, yaitu(2, 7):

Parameter

0

1

2

3

Skor

Laporan keluarga Kontak TB

Tidak jelas

-

BTA(-)/ BTA

tidak

BTA (+)

jelas / BTA tidak tahu Uji tuberculin (mantoux)

Positif (≥ 10mm negatif

-

atau ≥ 5 mm pada

-

imunokompromais

Berat

badan

atau

keadaan -

gizi

Klinis

gizi

BB/TB <90% buruk

atau

atau

BB/TB<70%

BB/U < 80%

atau

-

BB/U < 60% Demam

yang

tidak diketahui -

≥ 2 minggu

-

-

≥ 3 minggu

-

-

dari 1 KGB, -

-

penyebabnya Batuk kronik

-

Pembesaran kelenjar limfe kolli,

aksila,

≥1 cm, lebih -

tidak nyeri

inguinal Pembengkakan

-

Ada

-

-

10

tulang / sendi

pembengkakan

panggul, lutut, Falang

Foto thoraks

Normal/

Gambaran

kelainan

sugestif

tidak

(mendukung)

jelas

TB

-

-

Skor Total Tabel 1. Sistem Skoring TB pada Anak(2, 7)

Catatan(6): 

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter



Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberculosis



Berat badan dinilai saat pasien dating



Demam dan batuk tidak respon terhadap terapi sesuai baku Puskesmas



Foto dada bukan alat diagnostic utama pada TB anak



Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi local timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus di evaluasi dengan system skoring TB anak



Anak di diagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13)



Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut

2.7

Pemeriksaan Penunjang

1. Uji tuberkulin/mantoux test(2,7) Antigen yang digunakan dalam tes ini adalah Purified Protein Derivative (PPD) yang disuntikan sebanyak 0,1 cc secara intrakutan (5-150) pada volar lenganbawah 5-10 cm di bawah lipatan siku. Jika penyuntikan berhasil maka akan terlihat intradermal wheal (penonjolan di tempatpenyuntikkan berwarna pucat dengan gambaran pori-pori seperti kulit jeruk) dengan diameter 5–6mm. Hasil uji tuberkulin harus dibaca 48-72 jam setelah penyuntikan. Indurasiyang baik dan dapat dinilai adalah indurasi yang bulat, permukaan rata 11

dan berwarna merah. Jika permukaan indurasi tidak rata atau terdapat tonjolan ditengahnya, maka indurasi tidak dapat dibaca karena merupakan tanda adanyainfeksi di lokasi penyuntikkan dan dinilai ulang 2 hari lagi. Bila indurasi berwarna biru atau kehitaman berarti menunjukkan ada hematom sehingga tidak dapat dinilai dan harus dilakukan uji tuberkulin ulang setelah 2 minggu.

Tabel Hasil Pembacaan Uji Tuberkulin Pembacaan

Indurasi Penafsiran Tidak ada infeksi

Negatif

0-4

Sedang dalam masa inkubasi Anergi Infeksi M Atipik

Positif meragukan

5-9

BCG Infeksi Tb alamiah Kesalahan teknis Infeksi TB alamiah

Positif

10-14

BCG Infeksi M. atipik

≥ 15

Sangat mungkin infeksi TB alamiah

Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Tuberkulin(7)

Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux ± 5 mm, dinilai positif.

12

Gambar 3. Cara uji tuberkulin/mantoux test(2)

Gambar 4. Hasil uji tuberkulin

13

2. Pemeriksaan Mikrobiologi(2) Terdiri dari pemeriksaan apusan langsung atau biopsi jaringan dan pemeriksaan biakan kuman TB, tujuan untuk menemukan kuman TB dengan specimen dapat berupa : a. Berdahak (Sputum), bagi anak yang mampu mengeluarkan dahak pada usia lebih dari 5 tahun dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis karena mendapatkan hasil positif lebih tinggi. b. Bilas lambung, pada anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak dapat dilakukan bilas lambung dengan NGT dimana specimen dikumpul selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari. c. Induksi Sputum, cara ini lebih aman dan efektif untuk dilakukan pada semua umur dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung. Selain itu juga cara ini dapat dilakukan secara rawat jalan. 3. Pemeriksaan radiologi(2,5) Foto thoraks, namun gambaran hasilnya tidak khas karena dapat dijumpai pada penyakit lain. Sehingga gambaran foto thoraks tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa TB kecuali TB milier.

Gambar 5.1 TB Adenopati hilus sisi kanan dan

Gambar 5.2 TB milier(5)

lesi kollaps tuberculosis primer pada anak usia 4 tahun(5).

4. Pemeriksaan histopatologi (PA/Patologi Anatomi)(2) Hasil yang diperoleh memberikan gambaran yang khas berupa gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans dan atau kuman TB.

14

2.8

Komplikasi Hepatotoksisitas (hepatitis imbas obat) (3) :

1. Umumnya terjadi pada fase intensif 2. Umumnya muncul pada kombinasi pemberian OAT dengan obat lain yang bersifat hepatotoksik (misalnya paracetamol, fenobarbital, dan asam valproat) 3. Pada kasus yang dicurigai adanya gangguan fungsi hepar dilakukan pemeriksaan serum transminase pada awal pemberian OAT dan dipantau setiap 2 minggu selama fase intensif 4. Jika terjadi ikterus OAT di hentikan 5. Pemberian OAT dimulai kembali dengan dosis terendah jika ikterus sudah hilang dan kadar transminase < 3 kali batas normal.

2.9

Penatalaksanaan Prinsip pengobatan TB adalah(8) :

 Menghindari penggunaan monoterapi.  Pengobatandilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly ObservedTreatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).  Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap Intensif(8) a. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perludiawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. b. Bila

pengobatan

tahap

intensif

tersebut

diberikan

secara

tepat,

biasanyapenderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. c. Sebagian

besar

penderita

TB

BTA

positif

menjadi

BTA

negatif

(konversi)dalam 2 bulan. Tahap Lanjutan(8) a. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namundalam jangka waktu yang lebih lama b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant)sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

15

Alur tatalaksana TB pada anak yaitu(2,3) : Skor ≥ 6

Beri OAT selama 2 bulan dan dievaluasi

Respon (+)

Respon (-)

Terapi TB diteruskan

Teruskan terapi TB sambil mencari penyebabnya

Gambar.6 Alur tatalaksana TB anak(3,7)

Pada tahap intensif paket obat OAT yang diberikan yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) yang diminum selama 2 bulan setiap hari dan pada tahap lanjutan obat OAT anak yaitu Rifampisin(R), Isoniazid (H), yang diminum selama 4 bulan setiap hari(7). Adapun dosis OAT anak yaitu(2,3) : Nama Obat Isoniazid (H)

Dosis

harian Dosismaksimal

(mg/kgBB/hari)

(mg /hari)

5-15

300

Efek samping Hepatitis,

neuritis

hipersensitivitis Gangguan reaksi

Rifampisin

10-20

600

perifer,

gastrointestinal, kulit,

hepatitis,

trombositopenia, peningkatan enzim

hati,

cairan

tubuh

berwarna oranye kemerahan Pirazinamid

15-30

2 000

Toksisitas

15-20

1 250

artralgia,

gangguan gastrointestinal Neuritis

Etambutol

hepar,

optik,

ketajaman

mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas,

16

gastrointestinal Streptomisin 15–40

1 000

Ototoksik, nefrotoksik

Tabel. 3. Dosis OAT pada anak(2,3)

Ada juga paduan OAT yang disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap = KDT (Fixed Dose Combination = FDC), dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan yang relative lama dengan jumlah obat yang banyak(2,7). Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu(2,7): 

Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H(Isoniazid) dan Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.



Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H(Isoniazid) yang digunakan pada tahap lanjutan.

2 Bulan Tiap Hari

4 Bulan Tiap Hari

RHZ (75/50/150)

RH (75/50)

5-9

1 tablet

1 tablet

10-14

2 tablet

2 tablet

15-19

3 tablet

3 tablet

20-32

4 tablet

4 tablet

Berat Badan (kg)

Tabel. 4. Dosis KDT (R75/H50/Z150 dan R75/H50) pada anak

Keterangan : 

Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit



Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa



Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah



OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum

17

Bila paket KDT belum tersedia, dapat digunakan paket OAT Kombipak Anak. Dosisnya seperti pada tabel berikut ini(2,7) : BB 10-20 kg

Jenis Obat

BB <10 kg

BB 20-32 kg

Isoniazid

50 mg

100 mg

200 mg

Rifampisin

75 mg

150 mg

300 mg

300 mg

600 mg

(kombipak)

Pirazinamid 150 mg

Tabel. 5. Dosis OAT Kombipak-fase-awal/intensif pada anak

BB 10-20 kg

Jenis Obat

BB<10 kg

Isoniazid

50 mg

100 mg

200 mg

Rifampisin 75 mg

150 mg

300 mg

(kombipak)

BB 20-32 kg

Tabel. 6. Dosis OAT Kombipak-fase-lanjutan pada anak

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB sendi dan tulang, dan lain-lain(2,7): 

Pada

tahap

intensif

diberikan

minimal

4

macam

obat

(INH,

Rifampisin,Pirazinamid, Etambutol atau Streptomisin). 

Pada tahap lanjutan diberikan INH dan Rifampisin selama 10 bulan.



Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, pericarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB dan peritonitis TB diberikankortikosteroid (prednison) dengan dosis 1–2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2–4 minggu dengan dosispenuh dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu 2–6 minggu. Tujuanpemberian steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegahterjadi perlekatan jaringan.

Perhatian: Hindarkan pemakaian streptomisin pada anak bila memungkinkan, karena penyuntikan terasa sakit, dapat terjadi kerusakan permanensyaraf pendengaran, dan terdapat risiko penularan HIV akibat perlakuan yangtidak benar terhadap alat suntikan.

18

Gambar 7. Algoritma Tatalaksana TB anak(2)

Keterangan : (*) Gejala TB anak sesuai dengan parameter system scoring (**) Pertimbangan dokter untuk mendapatkan terapi TB anak pada skor < 6 bila ditemukan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif disertai dengan 2 gejala klinis lainnya pada fayankes yang tidak tersedia uji tuberkulin

19

2.10

Pencegahan

a. Vaksinasi BCG pada Anak(2) Pemberiannya diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pada bayi >2 bulan maka terlebih dahulu dilakukan uji tuberculin. Perhatian khusus pada pemberian vaksin BCG yaitu : 1. Bayi terlahir dari ibu pasien TB BTA positif Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosis TB BTA positif pada trimester 3 kehamilan berisiko tertular ibunya melalui placenta, cairan amnion maupun hematogen. Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TB BTA positif selama masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik. 2. Bayi terlahir dari ibu pasien infeksi HIV/AIDS Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti infeksi HIV/AIDS tidak dianjurkan diberikan imunisasi BCG, bayi sebaiknya dilakukan rujukan untuk pembuktian apakah bayi sudah terinfeksi HIV atau tidak. b. Skrining dan Manajemen Kontak(2) Merupakan kegiatan investigasi yang dilakukan secara aktif dan intensif untuk menemukan 2 hal yaitu (1) anak yang mengalami paparan dari pasien TB BTA positif, dan (2) orang dewasa yang menjadi sumber penularan bagi anak yang didiagnosis TB. c. Tatalaksana Pencegahan dengan Isoniazid(2) Cara pemberian isoniazid untuk pencegahan sesuai dengan tabel berikut: Umur

HIV

Hasil Pemeriksaan

Tata laksana

Balita

(+)/(-)

Infeksi laten TB

INH profilaksis

Balita

(+)/(-)

Kontak (+), Uji tuberculin (-) INH profilaksis

> 5 th

(+)

Infeksi laten TB

INH profilaksis

> 5 th

(+)

Sehat

INH profilaksis

> 5 th

(-)

Infeksi laten TB

observasi

> 5 th

(-)

Sehat

Observasi

Tabel. 7. Pemberian Isoniazid sebagai propilaksis

20

Keterangan 

Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/ kgBB (7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.



Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai dari awal



Jika rejimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat dihentikan.



Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.

2.11

Prognosis Data tahun 1998-2002 dari 7 rumah sakit pusat pendidikan di Indonesia

menunjukkan terdapat 1.086 kasus TB anak dengan angka kematian yang bervariasi antara 0-14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%)(3).

21

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Diagnosis pasti TB paru ditegakkan dengan ditemukan M. tuberculosis pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Penegakkan diagnosis tuberculosis pada anak mengalami kesulitan disebabkan karena jumlah kuman yang sedikit dan pengambilan specimen yang susah. Tetapi IDAI merekomendasikan penegakkan diagnosis dengan mudah yang dapat dilakukan di Puskesmas dengan sistem skoring. Penatalaksanaan TB pada anak terdiri dari dua tahap yaitu tahap intensif paket obat OAT yang diberikan yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) yang diminum selama 2 bulan setiap hari dan tahap lanjutan obat OAT anak yaitu Rifampisin(R), Isoniazid (H), yang diminum selama 4 bulan setiap hari. Prognosis TB dikatakan bahwa angka mortalitas yang terjadi bervariasi antara 0-14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%).

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Tim Penyusun. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Makassar: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-UNHAS SMF Anak RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar; 2013. 40 p. 2. Aditama TY. Petunjuk Teknis Manajemen Tb Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013. p. 1-13,6,29,49-53,75-9. 3. Tanto C, Liwang F. Kapita Selekta Kedokteran. 4 ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. 180,3p. 4. Kartasasmita CB. Epidemiologi Tuberkulosis. Sari Pediatri. 2009;11.124-6p. 5. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. In: Wahab S, editor. Nelson Textbook Of Pediatrics. Jakarta: EGC; 1996. p. 1028-9. 6. InK's d. Tuberculosa Pada Anak. Kediri: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, 2006. 8p. 7. Pelayaan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. In: Indonesia TA, editor. Pocket Book of Hospital Care for Children, Guidelines for the Management of Common Illnesses with Limited Resources. Jakarta: World Health Organization; 2009. p. 114-8. 8. Muchid A, Umar F, Basri C, Ratih NI, Nurul , Retnohidayanti D, Kasim F, et al. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2005. 24p.

23