LAPORAN GELOMBANG DAN OPTIK ‘INTERFEROMETER MICHELSON’
Oleh : Anggota Kelompok
:
Melani Alvino (15033006 / no urut 4) Yunita Syafitri Pusri Mela
Dosen Pembimbing Asisten Dosen
:
Dra. Yenni Darvina,M.Si
:
Edi Kurnia, S.Si Muhammad Iqbal Harviyani
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2017
INTERFEROMETER MICHELSON A. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Menjelaskan proses terjadinya interferensi cahaya pada alat interferometer Michelson 2. Menjelaskan hubungan antara panjang gelombang cahaya yang berinterferensi dengan banyak frinji atau jumbai 3. Menentukan panjang gelombang cahaya laser dengan interferometer Michelson 4. Membandingkan panjang gelombang cahaya laser hasil percobaan dengan panjang gelombang cahaya dari laser He-Ne.
B. TEORI DASAR Interferometer adalah alat untuk mengukur panjang gelombang atau perubahan panjang gelombang dengan ketelitian yang sangat tinggi berdasarkan pola interferensi. Thomas Young adalah orang pertama yang menemukan pola interferensi dari 2 berkas cahaya yang dilewatkan melalui 2 celah sempit yang sejajar. Kemudian disusul oleh Michelson yang menemukan pola interferensi cahaya dengan perangkat percobaan yang menggunakan bahan setengah cermin (beam spliter) atau half mirror.
Cahaya dari sumber laser didatangkan pada beam spliter yang dapat merefleksikan sebagian cahaya dan meneruskan sebagian lagi. Cahaya yang direfleksikan menuju cermin M 1 dan cahaya yang ditransmisikan menuju cermin M2. Kemudian cahaya yang datang ke cermin M1 dan M2 akan ditransmisikan kembali ke arah beam spliter dan akhirnya jatuh di layar. Jarak M1 dan M2 ke beam spliter adalah sebesar L, maka panjang lintasan cahaya yang datang dan
dipantulkan kembali oleh cermin menjadi 2L. Seandainya cermin M2 digeser ¼ λ mendekati atau menjauhi beam spliter, panjang lintasan cahaya akan berkuang sebesar 𝟏 𝟏 𝟐𝒙 𝝀 = 𝝀 𝟒 𝟐 Jika cermin M2 digeser sejauh dm, maka beda lintasan cahaya yang jatuh kembali pada beam spliter stelah dipantulkan kedua cermin menjadi 2 dm. sehingga dapat dirumuskan hubungan jumlah jumbai interferensi yang terjadi dengan panjang gelombang dan jarak pergeseran cermin sebagai berikut : 𝝀=
𝟐𝒅𝒎 𝒎
(Tim Mata Kuliah Gelombang & Optik, 2015 :4.1-4.3 ) Interferensi ialah penggabungan secara superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu dalam satu titik di ruang. Interferensi gelombang dari dua sumber tidak teramati kecuali sumbernya koheren, atau perbedaan fase di antara gelombang konstan terhadap waktu. Karena berkas cahaya pada umumnya adalah hasil dari jutaan atom yang memancar secara bebas, dua sumber cahaya biasanya tidak koheren. Koherensi dalam optika sering dicapai dengan membagi cahaya dari sumber tunggal menjadi dua berkas atau lebih, yang kemudian dapat digabungkan untuk menghasilkan pola interferensi. Pembagian ini dapat dicapai dengan memantulkan cahaya dari dua permukaan yang terpisah (Giancoli,2001:153). Jika cermin M1 dipindahkan sejauh ½ λ, maka panjang lintasannya diubah sebesar λ dan pola rumbainya dialihkan sebanyak satu rumbai (seperti pada garis hitam pada zebra yang dipindahkan dari satu garis hitam ke garis hitam berikutnya). Jika cermin M2 dipindahkan sejauh ½ λ, menyebabkan sebuah pengalihan sebanyak setengah runbai (seperti pada kulit zebra yang dipindahkan dari satu garis hitam ke garis putih berikutnya) (Halliday,1999 : 453). Pada interferensi, apabila dua gelombang yang berfrekuensi dan berpanjang gelombang sama tapi berbeda fase bergabung, maka gelombang yang dihasilkan merupakan gelombang yang amplitudonya tergantung pada perbedaan fase. Perbedaan fase antara dua gelombang sering disebabkan oleh adanya perbedaan panjang lintasan yang ditempuh oleh kedua gelombang. Perbedaan lintasan satu panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 360o, yang ekivalen dengan tidak ada perbedaan fase sama sekali. Perbedaan lintasan setengah panjang gelombang menghasilkan perbedaan fase 180o. Umumnya, perbedaan lintasan yang sama dengan Δd menyumbang suatu perbedaan fase δ yang diberikan oleh :
(Tipler, 1991). Pengukuran jarak yang tepat dapat diperoleh dengan menggerakkan M2 pada interferometer Michelson dan menghitung cincin yang bergerak atau berpindah, dengan acuan suatu titik pusat. Sehingga diperoleh jarak pergeseran yang berhubungan dengan perubahan cincin : Dengan : Δd
= perubahan lintasan optis
λ
= panjang gelombang sumber cahaya
ΔN = perubahan jumlah cincin (Soedojo, 1992).
C. ALAT DAN BAHAN 1. Set peralatan Interferometer Michelson dengan komponen-komponennya (Gambar 4) a. Dua buah cermin datar M1 dan M2 b. Beam Spliter c. Mikrometer
2. Satu buah lensa positif dengan jarak fokus 18 mm 3. Sumber Laser 4. Layar berupa kotak yang dilapisi kertas putih
D. PROSEDUR KERJA Prosedur Untuk Menentukan Panjang Gelombang Cahaya 1. Menempatkan sumber cahaya laser di depan Interferometer Michelson pada jarak kurang lebih 18 cm seperti Gambar berikut :
2. Menghubungkan sumber laser dengan sumber tegangan AC 220 Volt dan menyalakan sinar laser dengan memutar kontak hidupnya. 3. Mengatur posisi Beam Spliter sedemikian rupa sehingga cermin M2 dan Beam Spliter sesumbu (terletak pada satu garis lurus) dan kemudian memutar beam spliter sehingga membentuk sudut 45 dengan cermin M1 dan M2. Jika sudah sesumbu, maka dua titik cahaya yang berasal dari cermin M1 dan M2 akan dipantulkan dan ditransmisikan oleh beam spliter pada satu di layar.
4. Seandainya sinar laser yang dipantukan dan ditransmisikan oleh beam spliter tidak menyatu di layar, memutar sekrup yang ada pada cermin tetap, sehingga dua titik cahaya pada layar menjadi satu. 5. Memasang lensa positif yang jarak fokusnya 18 mm pada kedudukan lensa yang berada di depan cahaya laser. Kemudian mengatur posisi lensa sedemikian rupa sehingga didapat pola interferensi berbentuk lingkaran cahaya terang dan gelap yang merupakan frinji (jumbai) interferensi pada layar.
6. Memutar sekerup micrometer perlahan-lahan searah dengan perputaran jarum jam sampai skala nol tepat berhimpit dengan garis penunjuk pada sumbu tetap. 7. Tentukan suatu posisi patokan pada salah satu jumbai pola interferensi yang sudah terbentuk di layar. 8. Memutar sekerup micrometer perlahan-lahan berlawanan dengan perputaran jarum jam sambil menghitung jumlah jumbai yang melewati patokan tersebut sampai sebanyak 20 jumbai (m=20), kemudian pemutaran dihentikan dan dibaca pergeseran cermin M2 pada skala micrometer. Pergeseran ini disimbolkan dengan dm 9. Melakukan langkah 6, 7, 8 sebanyak 10 kali. 10. Mengulangi langkah 6, 7, 8 dengan m=40 sebanyak 10 kali.
E. TABEL DATA
Pengukuran Panjang Gelombang Cahaya Laser Tabel 1 Nom
M (Jumbai Dm ( dalam m
or
)
)
1
20
6
2
20
6,5
3
20
6,5
4
20
6
5
20
7
6
20
6,5
7
20
6,5
8
20
6,5
9
20
6,5
10
20
6,5
Nom
M (Jumbai
Dm ( dalam m
or
)
)
1
40
12
Tabel 2
2
40
13,5
3
40
13,5
4
40
14
5
40
12
6
40
12
7
40
12
8
40
12
9
40
12,5
10
40
12,5
F. PENGOLAHAN DATA Untuk Tabel 1 dengan M = 20 Jumbai
2dm M
1. dm = 6 m
2dm 2 x6 m 0,6m 6 x10 7 m M 20
2. dm = 6,5 m
2dm 2 x6,5 m 0,65m 6,5 x10 7 m M 20
3. dm = 6,5 m
2dm 2 x6,5 m 0,65m 6,5 x10 7 m M 20
4. dm = 6 m
2dm 2 x6 m 0,6m 6 x10 7 m M 20
5. dm = 7
2dm 2 x7 m 0,7 m 7 x10 7 m M 20
6. dm = 6,5 m
2dm 2 x6,5 m 0,65m 6,5 x10 7 m M 20
7. dm = 6,5 m
2dm 2 x6,5 m 0,65m 6,5 x10 7 m M 20
8. dm = 6,5 m
2dm 2 x6,5 m 0,65m 6,5 x10 7 m M 20
9. dm = 6,5 m
2dm 2 x6,5 m 0,65m 6,5 x10 7 m M 20
10. dm = 6,5 m
2dm 2 x6,5 m 0,65m 6,5 x10 7 m M 20
7 ukur = Panjang gelombang cahaya laser = 0,635 m = 6,35 10 m
6 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5 6 7 7 7 x10 6,45 x10 m 10
h ratarata
% KSR
ukur hitung x100% hitung
% KSR
63,5 x10 7 64,5 x10 7 x100% 1,55% 64,5 x10 7
Untuk Tabel 2 dengan M = 40 Jumbai
2dm M
1. dm = 12 m
2dm 2 x12 m 0,6m 6 x10 7 m M 40
2. dm = 13,5 m
2dm 2 x13,5 m 0,675m 6,75 x10 7 m M 40
3. dm = 13,5 m
2dm 2 x13,5 m 0,675m 6,75 x10 7 m M 40
4. dm = 14 m
2dm 2 x14 m 0,7 m 7 x10 7 m M 40
5. dm = 12 m
2dm 2 x12 m 0,6m 6 x10 7 m M 40
6. dm = 12 m
2dm 2 x12 m 0,6m 6 x10 7 m M 40
7. dm = 12 m
2dm 2 x12 m 0,6m 6 x10 7 m M 40
8. dm = 12 m
2dm 2 x12 m 0,6m 6 x10 7 m M 40
9. dm = 12,5 m
2dm 2 x12,5 m 0,625m 6,25 x10 7 m M 40
10. dm = 12,5 m
2dm 2 x12,5 m 0,625m 6,25 x10 7 m M 40
7 ukur = Panjang gelombang cahaya laser = 0,635 m = 6,35 10 m
6 6,75 6,75 6 6 6 6 6,25 6,25 7 7 7 x10 6,3x10 m 10
h ratarata
% KSR
ukur hitung x100% hitung
% KSR
6,35 x10 7 6,3x10 7 x100% 0,79% 6,3x10 7
G. PEMBAHASAN Dalam eksperimen ini, dilakukan pengamatan terhadap dua variabel, yaitu pengamatan terhadap penambahan jumlah frinji (M) dan pengamatan terhadap pergeseran Movable mirror (dm) dari titik acuan awal perhitungan. Pergeseran pada Movable mirror tersebut dilakukan dalam orde mikrometer. Sehingga diperlukan kehati-hatian dalam mendapatkan data yang valid, selain melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap mikrometer pada interferometer, pengamat juga melakukan perhitungan matematis terhadap penentuan nilai yang pasti dan pengkalibrasian titik awalnya. Pada praktikum yang telah kami lakukan yaitu mengenai Interferometer Michelson, disini kami melakukan praktikum guna memenuhi empat tujuan dari percobaan ini yaitu : menjelaskan proses terjadinya interferensi cahaya pada alat Interferometer Michelson, menjelaskan hubungan antara
panjang
gelombang
cahaya
yang
berinterferensi
dengan
banyak
frinji
atau
jumbai,menentukan panjang gelombang cahaya laser dengan Interferometer Michelson, dan membandingkan panjang gelombang cahaya laser hasil percobaan dengan panjang gelombang cahaya laser He-Ne. Percobaan pertama tabulasi data pengukuran panjang gelombang cahaya laser dengan jumbai 20. Sebelum melakukan percobaan kami terlebih dahulu melakukan langkah-langkah yang ada pada prosedur kerja. Selanjutnya kami mulai melakukan percobaan untuk frinji 20. Disini kami melakukan percobaan berulang sebanyak 10 kali. Dari data yang diperoleh, didapatkan bahwa penambahan dan banyaknya jumlah frinji (M) berbanding lurus dengan pergeseran Movable mirror yang dilakukan. Hal ini dapat terlihat dari semakin besarnya nilai M (banyaknya frinji), maka nilai dm (jarak pergeseran Movable mirror terhadap titik acuan) juga menunjukkan angka yang semakin besar. Misalnya saat M =20, pergeseran Movable mirror (dm) memberikan angka 6 m sampai 7 m Sedangkan saat M =40, pergeseran Movable mirror (dm) memberikan angka 12 sampai 13 m
Dan setelah melakukan pengolahan data maka kami dapatkan nilai h rata-rata dari cahaya laser yaitu 0,645 m. kita telah mengetahui bahwa u dari cahaya laser yaitu 0,635m. sehingga dapat dicari persentase kesalahannya yaitu 1,55 %. Untuk percobaan ke dua tidak jauh berbeda dengan percobaan pertama, namun frinji nya yang dirubah menjadi 40. Dari percobaan, pergeseran cermin “dm” (M2) yang kami dapatkan
berkisar antara 12-13 m. setelah melakukan pengolahan data maka kami dapatkan nilai dari h rata-rata dari cahaya laser yaitu 0.63 m. Sehingga dapat dicari persentase kesalahannya yaitu 0,79 %. Dari nilai dm yang telah kami dapatkan,kami bisa menentukan berapa nilai dari panjang gelombang cahaya laser hitung yang berinterferensi dengan menggunakan rumus =
2 𝑑𝑚 𝑚
.
H. KESIMPULAN DAN TUGAS AKHIR
. 1. Cahaya sumber yang digunakan yaitu dari cahaya laser. Cahaya laser di tembakan (diteruskan) ke beam splitter. Pada beam splitter sebagian cahaya akan di pantulkan dan sebagiannya lagi akan diteruskan. Jalan sinar pada M1,setelah cahaya diterima oleh beam splitter maka sebagian cahaya akan di pantulkan ke cermin M1. Cahaya dari cermin M1 di pantulkan ke beam splitter dan akan di teruskan ke cermin dari beam splitter. Jalan sinar pada M2, cahaya dari laser ditembakan ke beam splitter dan di teruskan ke cermin M2. Cahaya yang diteruskan ke M2 akan dipantulkan lagi oleh cermin ke beam splitter. Dan akan diteruskan ke layar oleh beam splitter. Sehingga terlihat 2 titik cahaya. Yang kemudian di atur sedemikian rupa sehingga kedua titik
bersatu. Lalu mengatur sekrup pada M2 dengan sedemikian rupa sehingga terbentuk pola gelap terang. 2. Dari nilai dm yang telah kami dapatkan,kami bisa menentukan berapa nilai dari panjang gelombang cahaya laser hitung yang berinterferensi dengan menggunakan rumus =
2 𝑑𝑚 𝑚
. Dari rumus dapat dilihat hubungan antara panjang gelombang dengan
frinji(jumbai) yaitu berbanding terbalik, dimana jika frinji semakin besar maka panjang gelombang cahaya laser akan semakin kecil. Hal itu dapat dilihat dari data dan pengolahan data yang telah kami buat. Selain itu nilai dari panjang gelombang juga sebanding dengan pergeseran cermin (M2),jika semakin besar dm maka panjang gelombang juga semakin besar. 3. Menentukan panjang gelombang laser : Untuk m = 40 Jumbai dm : 13 m =
2 𝑑𝑚 𝑚
=
2 𝑥 13 m 40
= 0,65 m
4. Perbandingan panjang gelombang cahaya laser hasil percobaan dengan panjang gelombang cahaya laser He-Ne yaitu untuk frinji 20 u
: h
0.635m :
0.63 m
Untuk frinji 40 u
: h
0.635m :
0.63 m
5. Kesimpulan dari percobaan yang di lakukan : Dari serangkaian percobaan yang telah kami lakukan,dapat kami simpulkan bahwa alat interferometer michelson ini digunakan untuk mengukur panjang gelombang atau perubahan panjang gelombang dengan ketelitian yang sangat tinggi. Dengan menggunakan rumus =
2 𝑑𝑚 𝑚
kita dapat mengetahui nilai dari panjang gelombang
dengan perhitungan. Guna membuktikan kebenaran teori dan rumus dari interferometer michelson. Sehingga dapat kita lihat perbandingan panjang gelombang
secara perhitungan dan pengukuran. Syarat terjadinya interferensi yaitu adanya perbedaan panjang gelombang yang koheren. Sehingga dapat dilihat pola gelap terang pada layar.
DAFTAR PUSTAKA Giancoli.2001.Fisika Dasar edisi 5.Jakarta :Erlangga. Halliday, D. dan Resnick, R. 1999. Physics (terjemahan Pantur Silaban dan Erwin Sucipto). Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Erlangga Tim Mata Kuliah Gelombang Optik. 2015. Petunjuk Kegiatan dan Lembar Kerja Gelombang dan Optik. Padang : UNP Tipler, P. A. 1991.Fisika Untuk Sainsdan Tehnik Jilid 2 (alih bahasa Dr.Bambang Soegijono). Jakarta :Erlangga Soedojo, P. 1992. Asas-Asas Ilmu Fisika Jilid 4 Fisika Modern. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press