TUGAS BIOFARMASI “INTRANASAL DRUG DELIVERY ” KELOMPOK 29
DISUSUN OLEH : 1. Basuki Riyanto 2. Michael Argasio
12330001 12330099
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA 2014
KATA PENGANTAR
Pujidansyukur danridhoNyalah
kami kami
panjatkankehadiratTuhan
Yang
MahaEsaatasberkat,rahmat,
dapatmenyelesaikantugasmakalahmatakuliahBiofarmasiyang
membahastentang“Intranasal Drug Delivery”. Terimakasih kami ucapkan kepada : 1. IbuRachmiHutabaratS.Si , M.Si, Apt selakudosenmatakuliahBiofarmasi 2. Rekan- rekan yang memberikanmasukkandan saran kepada kami. Kami menyadari bahwadalam penyusunanm akalah ini masih jauh dari kata sempurna serta masih banyak kekurangan.Untuk itu, kritikdan saran sangat dinantikan guna penyempurnaan makalah ini dimasa mendatang. Kami jugamemohonmaafapabiladalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud kami. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan serta bermanfaat bagi kami maupun pembaca. Semoga Tuhan senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua.
Jakarta , November 2014
Penulis
Biofarmasi DAFTAR ISI– Drug Delivery Sistem Intranasal
Biofarmasi– Intranasal Drug Delivery
i
KATA PENGANTAR………………………………………..………………………………
i
DAFTAR ISI……………………………………………….…………………………………
ii
BAB I : PENDALUHUAN 1.1 LatarBelakang………….………………………………………………………………....
1
1.2 TujuanPenulisan ……………………………………………………………………........
2
1.3 RumusanMasalah ………………………………………………………………………...
2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Drug Delivery System Intranasal.…………………………………………………………
3
2.1.1. Proses Penggunaan…………....................................................................................
5
2.1.2. Kelebihan ……………………………………………..…………………………….
5
2.1.3. Kekurangan………..….……………………...…………………………………….
6
2.2 AnatomidanFisiologiHidung ………………………………….....…………………….
6
BAB III : PEMBAHASAN 3.1. BiofarmasiDrug Delivery System Intranasal……………………………………………
10
3.1.1. MekanismeAbsorpsi ……………………………………………..……………….
10
3.1.2.Pelepasan Obat Intranasal………………………………………………………….
11
3.1.3. Perjalanan Obat Intranasal…………………………………………………………
12
3.2. Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi DDS Intranasal……………………………….....
14
3.3. Sediaan DDS Intranasal………………………………………………………………….
18
BAB IV : PENUTUP 4.1. Kesimpulan……………………………………………………………...……………….. 21 DAFTAR PUSTAKA……………………………...………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN
22 ii
1.1. Latar Belakang Bermacam sistem mucosal dalam tubuh manusia (nasal, pulmonal, rectal dan vaginal) dapat dimanfaatkan untuk titik masuk system penghantaran obat. Dengan sendirinya system mucosal tersebut memiliki perbedaan dan persamaan. Formulasi sediaan ini seharusnya tidak hanya membahas aspek formulasi dan teknologi saja, tetapi juga perlu membahas aspek : fisiologi, biokimia, metabolisme mucosal obat dan absorpsi obat. Sistem penghantaran obat nasal ini telah berlangsung sejak lama, dikenal dalam pengobatan Ayurvedi di India dan oleh orang Indian di Amerika Selatan, melalui cara penghisapan (snuff) obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian obat secara intranasal merupakan alternative ideal untuk menggantikan sistem penghantaran obat sistematik parenteral. Keuntungan pemberian obat secara nasal ini meliputi : pencegahan eliminasi lintas pertama hepatic, metabolisme dinding saluran cerna atau destruksi obat disalur cerna : kecepatan dan jumah absorpsi, serta profil konsentrasi obat versus waktu relative sebanding dengan pengobatan secara intravena, keberadaan vaskulator yang besar dan struktur yang sangat permeabel mukosa nasal ideal untuk absorpsi sistematik, dan kemudian pemberian serta kenyamanan obat secara intra nasal untuk pasien. Pemberian obat menurut rute nasal merupakan sistem penghantaran obat yang menarik, seperti terbukti dengan introduksi bentuk sediaan yang dapat diterima misal kalsitonin untuk osteoporosis dan analog dari luteinizing harmone-releasing harmone untuk endometrosis. Selain itu telah diteliti pula semacam obat untuk diberikan secara intranasal (misal kartikosteroid,antibiotika, kardiovaskular, histamine dan anti histamine dan lain sebagainya). Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery
1
1.2. Tujuan Penulisan Untuk mengetahui dan memahami ssstem penghantaran obat Intranasal. Proses biofarmasi didalam tubuh serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses biofarmasi tersebut.
1.3. Rumusan Masalah
Anatomi fisiologi hidung Bagaimana sistem penghantaran obat intranasal dalam tubuh Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem penghantaran obat intranasal Sediaan obat intranasal
BAB II Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Drug Delivery System Intranasal Drug Delivery System Intranasal (DDS Intranasal) merupakan sistem pengahantaran obat melalui hidung. Mukosa hidung telah dianggap sebagai rute pemberian obat untuk mencapai
2
absorpsi yang lebih cepat dan lebih tinggi karena dapat mengurangi aktivitas dari saluran pencernaan, mengurangi aktivitas pankreas dan aktivitas enzimatik lambung, pH netral pada mukus hidung akan mengurangi aktivitas gastrointestinal (Krishnamoorthy R et al, 1998;.. Kisan R et al, 2007). Dalam beberapa tahun terakhir banyak obat telah terbukti mencapai bioavailabilitas yang lebih baik ke sistemik melalui rute pemberian hidung dibandingkan dengan rute pemberian oral. Pengobatan melalui hidung, telah diakui dalam sistem Ayurvedic obat India, yang disebut dengan "NASAYA KARMA" (Chien YW et al., 1989). Konsep Dasar Penghantaran Obat. Ketika obat digunakan oleh pasien, obat akan menghasilkan efek tertentu yang disebut efek biologis. Efek biologis ini merupakan hasil interaksi obat dengan reseptor tertentu dari obat, dimana obat yang dihantarkan ke tempat kerja diatas pada kecepatan dan konsentrasi tertentu diharapkan dapat memberikan efek terapeutik yang maksimal dan dengan efek samping yang seminimal mungkin. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat : a. Kelarutan obat Agar dapat diabsorpsi obat harus dalam bentuk larutan. Obat yang diberikan dalam bentuk larutan akan mudah diabsorpsi dibandingkan obat yang harus larut dahulu dalam cairan badan sebelum diabsorpsi. b. Kemampuan obat difusi melintasi membrane sel Obat yang berdifusi melintasi pori-pori membrane lipid kebanyakan obat diabsorpsi c. d. e. f.
Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery dengan pasif Kadar obat Semakin tinggi kadar obat dalam larutan semakin cepat obat diabsorpsi Sirkulasi darah pada tempat absorpsi Semakin cepat sirkulasi darah maka obat yang diabsorpsi akan semakin besar. Luas permukaan kontak obat Untuk mempercepat absorpsi dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel obat. Bentuk sediaan obat Untuk memperlambat absorpsi obat dapat dilakukan dengan penggunaan obat bentuk
kerja panjang g. Rute penggunaan obat
3
rute pemakaian obat dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat. Perkembangan obat akhir-akhir ini diarahkan pada bentuk sediaan obat alternatif dari parenteral dimana obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik melalui rute bukal, sublingual, nasal, pulmunory dan vaginal. Rute ini juga digunakan untuk pengobatan lokal dimana dosis obat dapat dikurangi dan juga mengurangi efek samping sistemik. Untuk memahami teknologi penghantar obat terdapat beberapa hal yang harus dimengerti, antara lain :
Konsep Bioavaibilitas Proses Absorpsi obat Proses Farmakokinetik Waktu untuk terapi yang optimal Penghantaran obat yang cocok untuk “ New Biotherapeutis “ Keterbatasan dari terapi konvensional
Dari berbagai hal diatas, tiga hal yang merupakan unsur terpenting diantaranya Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery bioavaibilitas, penghantaran obat dan pencegahan serta pelepasan obat terkontrol.
2.1.1.Proses Penggunaan Obat Intranasal Proses penggunaan DDS Intranasal dapat melalui penghantaran dua arah dengan laju nafas, sebagai berikut :
Ketika nafas dikeluarkan ke dalam alat, langit-langit lunak secara otomatis menutup rapat
rongga hidung Nafas memasuki satu lubang hidung lewat mulut pipa yang menyegel Dan memicu pengeluaran partikel ke dalam aliran, memajukan partikel melewati klep
hidung untuk menuju tempat sasaran Aliran udara melewati communication posterior ke sekat hidung dan keluar melalui bagian hidung yang lain di jurusan berlawanan. Sehingga proses tersebut akan menghasilkan :
> 90 % dosis obat didepositkan melalui katup nasal
4
> 70 % dosis didepositkan di bawah posterior 2/3 rongga nasal Reproducibility tinggi dari pendepositan melalui katup nasal Tidak ada endapan pada paru - paru.
2.1.2. Kelebihan Drug Delivery System Intranasal
Dosis yang diperlukan untuk efek farmakoya dapat dikurangi Konsentrasi rendah dalam sirkulasi sistemik dapat mengurangi efek samping sistemik Area permukaan untuk absorpsi luas ( 160 cm3 ) Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery Onset of action yang cepat Aktivitas metabolisme yang rendah dibandingkan peroral, menghindari reaksi saluran
cerna metabolisme hati Bentuk sediaan alternative, jika tidak dapat digunakan obat saluran cerna Mudah diakses untuk penghantaran obat
5
2.1.3. Kekurangan Drug Delivery System Intranasal
Difusi obat terhalang oleh mucus dan ikatan mucus Mukosa nasal dan sekresinya dapat mendegradasi obat Iritasi lokal dan sensitivisasi obat harus diperhatikan Mucociliary clearance mengurangi waktu retensi obat dalam rongga hidung Kurang reproduksibilitas pada penyakit yang berhubungan dengan rongga hidung Hanya untuk obat yang poten (dosis kecil) dengan ukuran partikel 5 – 10 µm
2.2.Anatomi dan Fisiologi Hidung A. Anatomi hidung Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali tentang anatomi hidung. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan. (Soetjipto D & Wardani RS,2007)
Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery
6
B. Embriologi hidung Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari pembentukan anatomis intranasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama, embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bagian rongga hidung yang berbeda; kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian berinvaginasi menjadi kompleks padat, yang dikenal dengan konka (turbinate), dan membentuk ronga-rongga yang disebut sebagai sinus. (Walsh WE, 2002) C. Anatomi hidung luar Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol padagaris tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yangsedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan.Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung D. Anatomi hidung dalam Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelahanterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari naso faring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media
dan sebelah atas konka media disebut meatus superior. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007; Hilger PA,1997)
Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery
E. Fungsi Dari Hidung Fungsi dari hidung adalah untuk menghangatkan, ihkan, dan melembabkan udara yang anda napas serta membantu anda untuk membaui dan mencicipi. Seorang yang normal akan menghasilkan kira-kira dua quarts (1 quart = 0,9 liter) cairan setiap hari (lendir), yang membantu dalam mempertahankan saluran pernapasan bersih dan lembab. Rambut-rambut mikroskopik yang kecil (cilia) melapisi permukaan-permukaan dari rongga hidung, membantu menghapus partikel-partikel. Akhirnya lapisan lendir digerakan ke belakang tenggorokan dimana ia secara tidak sadar ditelan. Seluruh proses ini diatur secara ketat oleh beberapa sistem-sistem tubuh. Rongga hidung ditutupi dengan selaput lendir yang dapat dibagi menjadi dua wilayah, nonolfactory dan penciuman epitel, di daerah ini non penciuman mencakup ruang depan hidung yang ditutupi dengan kulit seperti stratifikasi sel epitel skuamosa, di mana sebagai daerah pernapasan, yang memiliki saluran udara epitel khas ditutupi
7
dengan banyak mikrovili, sehingga luas permukaan besar yang tersedia untuk penyerapan obat dan transportasi (Sarkar MA, 1992). Dengan cara ini lapisan lendir dalam arah didorong dari anterior ke bangsal bagian posterior rongga hidung. Sel-sel goblet yang hadir dalam selaput lendir yang meliputi konka hidung dan atrium, melainkan mengeluarkan mucus sebagai butiran lendir yang bengkak pada cairan hidung untuk Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery berkontribusi pada lapisan lendir.
8
Sekresi lendir terdiri dari sekitar 95% air, Mucin 2%, 1% garam, 1% protein lain seperti albumin, imunoglobulin, lisozim dan laktoferin, dan 1% lipid (Kaliner M et al., 1984). Sekresi
lendir
memberikan
perlindungan
kekebalan
terhadap
inhalasi
bakteriofagria dan viruses juga melakukan sejumlah fungsi fisiologis. 1) 2) 3) 4) 5)
Ini mencakup mukosa, melindungi fisik dan enzimatis tersebut. lendir ini memiliki kapasitas menahan air. Ini menunjukkan permukaan kegiatan listrik. Ini memungkinkan perpindahan panas yang efisien. Bertindak sebagai perekat dan partikel transportasi menuju nasofaring (Bernstein JM et al., 1997)
BAB III Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery
9
PEMBAHASAN
3.1. Biofarmasi DDS Intranasal 3.1.1. Mekanisme Absorpsi Obat Intranasal Obat-obatan yang diserap dari rongga hidung harus melewati Lapisan lendir, itu adalah langkah pertama dalam penyerapan. Obat kecil dengan mudah melewati lapisan ini tetapi obat besar tidak mudah atau sulit dikenakan untuk menyeberang lapisan tersebut. Prinsip protein lendir adalah musin, melainkan memiliki kecenderungan untuk mengikat zat terlarut, menghalangi difusi. Selain itu perubahan struktural dalam lapisan lendir yang mungkin sebagai akibat dari perubahan lingkungan (yaitu Ph, suhu, dll) (Illum et al, 1999). Mekanisme penyerapan Begitu banyak yang didirikan sebelumnya tapi hanya dua mekanisme telah dominan digunakan, seperti :
Mekanisme pertama melibatkan rute berair transportasi, yang juga dikenal sebagai rute paracellular. Rute ini lambat dan pasif. Ada korelasi log-log terbalik antara intranasal penyerapan dan berat molekul senyawa larut dalam air. Kurang bioavailabilitas diamati untuk
obat dengan berat molekul lebih besar dari 1000 Dalton. Mekanisme kedua melibatkan transportasi melalui rute lipoidal juga dikenal sebagai proses transelular dan bertanggung jawab untuk pengangkutan lipofilik obat yang menunjukkan tingkat ketergantungan pada lipofilisitas mereka. Obat juga lintas membran sel dengan rute transpor aktif melalui carrier-dimediasi berarti atau transportasi melalui pembukaan persimpangan ketat. Sebagai contoh, kitosan, suatu biopolimer alami dari kerang, membuka sambungan yang erat antara epitel sel untuk memfasilitasi transportasi obat.
Biofarmasi– Intranasal Drug Delivery
10
3.1.2. Pelepasan Obat Intranasal A. Bentuk Sediaan Obat Dan Pembawa Bentuk sediaan obat yang ideal diantaranya harus meliputi hal-hal berikut ini : kenyamanan pasien, reproducibility, mudah di absorpsi, biokompabilitas dan tidak ada reaksitambahan, luas efektif area kontak, dan waktu kontak yang di perpanjang. Klasifikasi rute sistem penghantaran obat diantaranya : sistem saluran cerna, parenteral, trans mukosa, trans nasal, pelepasan obat lewat paru-paru, pelepasan obat melalui kulit, pelepasanobat trans dan transvagina. Hal-hal yang mempengaruhi masuknya obat kedalam sirkulasi sistemik :
Besarnya luas permukaan; contoh villi dan microcilli pada usus kecil memperluas
permukaan sehingga memudahkan absorpsi obat. Aktivitas metabolik yang rendah, enzim dapat mendealtifas obat yang akan diabsorpsi,
bioavaibilitas rendah dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang tinggi. Waktu kontak; waktu kontak dengan jaringan pengabsorpsi akan mempengaruhi jumlah
obat yang melalui mukosa. Suplai darah, darah yang cukup akan memindahkan obat dari tempat kerja ke tempat
absorpsinya. Aksebilitas, variasi rute penghantaran obat menunjukan berbagai daerah tertentu yang membutuhkan
bahan
tambahan
atau
kondisi
tertentu
untuk
membantu
obat
mencapaitempat kerja. Variabilitas yang rendah Permeabilitas, semakin permiabel suatu epitel maka daya absorpsinyapun semakin tinggi. Sistem penghantaran obat dan penargetan obat yang ideal diantaranya : Obat mempunyai target yang spesifik, Menjaga obat pada jaringan yang bukan target, Meminimalisasir pengurangan kadar obat ketika mencapai target, Melindungi obat dari metabolisme, Melindungi Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery obat dari klirens dini, Menahan obat pada tempat kerja selama waktu yang dikehendaki, Memfasilitasi transport obat kedalam sel, Menghantarkan obat ke target intraseluler, Harus biokompatibel, biodegradable dan non antigenik.
11
B. Penghantaran Obat Intranasal Obat diberikan secara intranasal untuk efek lokal seperti obat tetes hidung atau spray,rongga hidung digunakan untuk pelepasan obat sistemik. Beberapa perusahaan farmasi bahkan mengembangkan pemberian insulin melalui hidung, Selain itu pemberian obat secara intranasal dikembangkan juga untuk vaksin, contohnya vaksin antraks yang menggunakan teknologi nano dapat diberikan melalui nasal, pemberian ini menguntungkan pasien yang takut terhadap jarum suntik, yang mana umumnya vaksin diberikandalam bentuk injeksi.Pada pemberian obat intranasal dibandingkan obat sistemik atau oral, yang perludiperhatikan adalah ukuran partikel yang didistribusikan dengan alat semprot atau spraynya.Ukuran yang paling umum adalah 20 – 50 µm, ukuran lebih kecil akan membawa obat sampaitrachea, sedangkan ukuran yang lebih besar dapat digunakan bila obat ingin disimpan dalamsaluran hidung, tetapi bisa jadi malah keluar dari lubang hidung atau bahkan tertelan.
3.1.3.Perjalanan Obat Intranasal Adapunperjalanansistempenghantaranobat
(Drug
Delivery
System)
intranasal
dalamtubuh, adalahsebagaiberikut : a. Bentuksediaanobat nasal denganzataktif Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery sediaan nasal diformulasikan atau dirancang dengan sedemikian rupa untuk penggunaan efek lokal. b. Fase biofarmasetik obat dihisap melalui rongga hidung masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
12
Fase ini meliputi waktu mulai penggunaan sediaan obat melalui hidung hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh. c. Ketersediaan farmasi obat siap untuk diabsorbi Obat dalam bentuk zat aktif terlarut siap untuk diabsorpsi yang selanjutnya zat aktif akan didistribusikan keseluruh tubuh (sistemik) d. Fasefarmakokinetiktidakterjadi E Faseinimeliputiwaktuselamaobatdiangkutke
organ
yang
ditentukansetelahobatdilepasdaribentuksediaan. e. Ketersediaanhayatiobatuntukmemberiefek padatahapiniobatmulaimemberikanefekpadapasiendengancaraberikatandenganreseptorreseptor yang adapadatubuh. f. Fasefarmakodimanikinteraksidenganreseptorditempatkerja Bilaobattelahberinteraksidengansisireseptorbiasanya
protein
membrane
akanmenimbulkanrensponbiologik. Tujuanutamapadafaseiniadalahoptimisasidariefekbiologik. g. Efekterapi →obatpadaakhirnyamemberikanefekterapiataupengobatanpadapasien. Yang diharapkandapatmemberikankesembuhanpadapasien.
3.2. Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi DDS Intranasal Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery
13
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas sistemik dari obat yang diberikan melalui rute hidung. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi terhadap sifat physiochemical dari obat, sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung dan jenis dan karakteristik dari sistem pengiriman obat yang dipilih hidung. Faktor-faktor ini memainkan peran kunci untuk sebagian besar obat untuk mencapai tingkat darah terapi efektif setelah pemberian hidung. Faktor yang mempengaruhi penyerapan obat hidung dijelaskan sebagai berikut. 1. Sifat fisiko kimia obat a. KeseimbanganLipofilik-hidrofilik Sifat HLB dari obat mempengaruhi proses penyerapan. Dengan meningkatkan lipofilisitas, permeasi senyawa biasanya meningkat melalui mukosa hidung.Meskipun mukosa hidung ditemukan memiliki beberapa karakter hidrofilik, tampak bahwa mukosa ini terutama lipofilik di alam dan domain lipid memainkan peran penting dalam fungsi penghalang membran ini.Obat lipofilik seperti nalokson, buprenorfin, testosteron dan etinilestradiol hampir sepenuhnya diserap bila diberikan rute intranasal. b. Degradasi enzimatik dalam rongga hidung Obat seperti peptida dan protein memilikibioavailabilitas yang rendah di rongga hidung, sehingga obat ini mungkin memiliki kemungkinan untuk mengalami degradasi enzimatik dari molekul obat dalam lumen rongga hidung atau sewaktu melewati penghalang epitel.Pada ke dua bagian initerjadi exo-peptidases dan endo-peptidases, exo-peptidases adalah mono-aminopeptidases dan di-aminopeptidases. Ini memiliki kemampuan untuk membelah peptida pada mereka N dan C termini dan endopeptidases seperti serin dan sistein, yang dapat menyerang ikatan peptida internal. c. Ukuran molekul Penyerapan obat melalui rute hidung dipengaruhi oleh ukuran molekul. Obat lipofilik memiliki hubungan langsung antara MW dan permeasi obat sedangkan senyawa yang Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery
14 3
larut dalam air menggambarkan hubungan terbalik. Tingkat permeasi sangat sensitif terhadap ukuran molekul untuk senyawa dengan MW ≥ 300 Dalton. 2. Karakteristik sediaan Obat Intranasal a. Formulasi (Osmolaritas, pH, Konsentrasi) Osmolaritas bentuk sediaan mempengaruhi penyerapan obatdi hidung. Sebagai contoh ialahnatrium klorida yang mempengaruhi penyerapan hidung. Penyerapan maksimum dicapai dengan konsentrasi natrium klorida 0.462 M, konsentrasi yang lebih tinggi tidak hanya menyebabkan bioavailabilitas meningkat tetapi juga
mengarah pada toksisitas pada epitel hidung. pHsediaan obat dan permukaan hidung dapat mempengaruhi permeasi obat ini. Untuk menghindari iritasi hidung, pH sediaan obat harus disesuaikan dengan pH 4,5 - 6,5 karena lisozim ditemukan di sekret hidung, yang bertanggung jawab untuk menghancurkan bakteri tertentu pada pH asam. Dalam kondisi basa, lisozim tidak aktif dan jaringan yang rentan terhadap infeksi mikroba. Selain menghindari iritasi, itu menghasilkan memperoleh permeasi obat efisien dan mencegah pertumbuhan
bakteri. Gradien konsentrasi memainkan peran yang sangat penting dalam proses penyerapan/permeasi obat melalui membran hidung karena kerusakan mukosa hidung. Contoh untuk ini adalah penyerapan L-Tirosin, dimana konsentrasi obat dalam percobaan perfusi hidung. Sedangkanpada absorpsi asam salisilat konsentrasi obatnyamenurun. Penurunan ini kemungkinan karena kerusakan mukosa hidung
yang permanen. b. Distribusi Obat dan deposisi Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery Distribusi obat dalam rongga hidung merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
efisiensi
penyerapan
hidung.
Modus
pemberian
obat
dapat
mempengaruhi distribusi obat di rongga hidung yang pada gilirannya akan menentukan efisiensi penyerapan obat. Penyerapan dan bioavailabilitas bentuk sediaan hidung
15
terutama tergantung pada lokasi disposisi. Bagian anterior hidung menyediakan waktu perumahan
berkepanjangan
hidung
untuk
disposisi
dari
formulasi,
hal
ini
akanmeningkatkan penyerapan obat. Dan ruang posterior dari rongga hidung akan digunakan untuk pengendapan bentuk sediaan, melainkan dihilangkan oleh proses pembersihan mukosiliar dan karenanya menunjukkan bioavailabilitas rendah. Situs disposisi dan distribusi bentuk sediaan terutama tergantung pada pengiriman perangkat, cara pemberian, sifat fisikokimia molekul obat. c. Viskositas Viskositas yang lebih tinggi dari formulasi meningkatkan waktu kontak antara obat dan mukosa hidung sehingga meningkatkan waktu untuk permeasi. namun, formulasi sangat kental akan mengganggu fungsi normal seperti pergerakan silia atau clearance mukosiliar dan dengan demikian mengubah permeabilitas obat. 3. Sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung a. Mukosiliar Partikel terperangkap dalam lapisan lendir yang yang akan terbersihkan dari rongga hidung. Aksi gabungan lapisan lendir dan silia disebut kliren mukosiliar.Ini adalahmekanisme pertahanan fisiologis saluran pernapasan untuk melindungi tubuh terhadap bahan berbahaya yang telah dihirup.Waktu transit yang normal mukosiliar Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery pada manusia telah dilaporkan 12 sampai 15 menit. Faktor-faktor yang mempengaruhi izin mucocilliary meliputi faktor fisiologis (umur, jenis kelamin, postur, tidur, olahraga, polusi lingkungan umum (sulfur dioksida dan asam sulfat, nitrogen dioksida, ozon, hairspray, dan asap tembakau, penyakit (silia sindrom immotile, primary ciliary dyskinesia-Kartagener.s syndrome, asma, bronkiektasis, bronkitis kronis, cystic fibrosis, infeksi saluran pernapasan akut dan obat-obatan. b. Rhinitis Rhinitis adalah penyakit umum yang paling sering dikaitkan pada pengobatan intranasal, penyakit ini akan mempengaruhi bioavailabilitas obat. Hal ini terutama
16
diklasifikasikan ke dalam rhinitis alergi dan umum, gejalanya adalah hipersekresi, gatal dan bersin terutama disebabkan oleh virus, bakteri atau iritan.Alergi rhinitis adalah penyakit alergi saluran napas, yang mempengaruhi 10% dari populasi.Hal ini disebabkan oleh peradangan kronis atau akut selaput lendir hidung.Kondisi ini mempengaruhi penyerapan obat melalui selaput lendir akibat peradangan. c. Permeabilitas membran Permeabilitas membran hidung adalah faktor yang paling penting, yang mempengaruhi penyerapan obat melalui rute hidung.Obat yang larut air dengan berat molekul yang besar seperti peptida dan protein memiliki permeabilitas membran yang rendah. Jadi senyawa seperti peptida dan protein yang utama diserap melalui proses transportasi endocytotic dalam jumlah rendah. Obat yang larut dalam air dengan berat molekul yang besar melintasi mukosa hidung secara difusi pasif melalui pori-pori berair. d. pH Lingkungan PH lingkungan memainkan peran penting dalam efisiensi penyerapan obat intranasal.Senyawayang larut dalam air seperti asam benzoat, asam salisilat, dan Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery alkaloid menunjukkan bahwa penyerapan obat bergantungkepada nilai-nilai pH dimana senyawa ini dalam bentuk tidak terionisasi. Namun, pada nilai pH dimana senyawa ini sebagian terionisasi, penyerapan substansial ditemukan.Ini berarti bahwa bentuk lipofilik tidak terionisasi melintasi penghalang epitel hidung melalui rute transelular, dimana bentuk terionisasi yang lebih lipofilik melewati rute paracellular berair.
3.3. Perbedaan Intranasal DDS dengan Konvensional Pemberian obat secara nasal sekarang ini adalah cara yang popular untukmenangani penyakit pernafasan dan juga mengatur pemberian obat-obatan bebas(OTC) pada kondisi sinus, seperti hidung mampet atau alergi. Semprotan nasal, botoltekan, atau obat tetes hidung adalah
17
sebagian dari metode pemberian obat langsungyang umum dan biasanya dipilih oleh konsumen pada swamedikasi ataupun pada obatresep untuk pilek atau alergi. Untuk pasien yang tidak menyukai cara spray/semprotkedalam hidung atau bagi pasien yang tidak memungkinkan adanya terapi nebulisasi,dapat digunakan cara oles/swab. Beberapa pabrik obat sedang mengembangkan carapenggunaan aplikator dosis tunggal, yang dapat melapisi lubang hidung dengan cairanatau gel. Pada pilek, selain untuk mengobati, swab juga dapat terserap oleh saluran hidung. Pada intinya, pemberian obat langsung ke hidung/daerah nasal adalah dosisyang digunakan adalah seminimal mungkin, karena tidak sperti oral, yang harusmemperhatikan metabolisme lintas pertama di hati. Alat penyemprot/sprayer jugamemiliki peranan penting. Penggunaan sprayer tradisional akan memiliki perbedaan jika digunakan oleh remaja dan orang tua, karena kekuatan penyemprotan yang berbeda.Untuk itu, banyak perusahaan farmasi – Intranasal Drug Delivery yang mengembangkan alat yang dapatmengukurBiofarmasi jumlah obat yang dikeluarkan secara simultan. 18 NDA (New Drug Application)menentukan bahwa pemberian obar nasal untuk gejala ataupun penyakin radangselaput lendir, hanya untuk pasien 12 tahun ke atas. Pada pemberian obat nasal menggunakan spray yang biasa, cairan berfungsisebagai pembawa, obat/zat aktif hanya sebagian kecil dari total keseluruhan cairantersebut. Tantangan formulasinya adalah mencari formula yang tidak akan merugikanpasien dan dapat diabsorpsi dengan baik oleh hidung, tetapi secara efektif dapatdipompa oleh pompa mekanik regular. Tantangan selanjutnya adalah membuat sediaan nasal yang juga dapat melewatisawar darah otak. Umumnya, tradisional spray nasal, hanya mencapai sepertigamukosa nasal, untuk itu banyak perusahaan farmasi yang mengembangkan sistemdispersi yang dapat memungkinkan obat dapat mencapai seluruh permukaan mukosanasal hingga paranasal. Teknologi seperti ini juga dapat digunakan untuk obat topikalagar dapat berpenetrasi lebih dalam dan obat oral agar
dapat diasorpsi lebih baik lagi.Saat ini banyak dikembangkan obat nasal tanpa pengawet, yang dapat mengiritasihidung dan mukosa. Selain itu, dikembangkan juga alat yang dapat mengirimkan obatmenggunakan aktuator samping (side actuator), bukan melaui bagian atas alat tersebut.Drug delivery system intranasal atau sistem penghantaran obat intranasal adalahsuatu teknologi penyampaian obat yang khas, diciptakan agar obat dapat mencapaitempat kerja di intranasal lebih optimal. Perbedaan DDS intranasal dengan sediaan oraluntuk penyakit nasal adalah tanpa proses E (absorbsi, distribusi, metabolisme,eksresi), sehingga efek obat akan cepat tercapai, karena pemberiannya yang langsungmencapai tempat kerjanya.
KELEBIHAN DDS INTRANASAL DIBANDINGKAN SEDIAAN KONVESIONAL 1. Dapat digunakan untuk berbagai macam terapi pengobatan, seperti: Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery Kulit
sistemik
Otak
Pengobatan : Rhinitis Rhinosinusitis Polip hidung Sinusitis akut Flu Vaksin Pengobatan : Migraine dan sakit kepala Insomnia dan penenang Obesitas Diabetes 1 dan 2 Migraine dan sakit kepala Insomnia dan penenang Obesitas Diabetes 1 dan 2 Alzeimer dan Parkinson
19
Obat : Steroid Antihistamin Immune modulators Decongestan vaksin Neuroaktif protein dan polipepetida Obat polar yang diabsorpsi sedikit pada GI Neuroaktif protein dan polipepetida Obat polar yang diabsorpsi sedikit pada GI
2. Target pemberian obat pada penanganan penyakit melalui daerah sekitar saluran nasal 3. Pada bentuk obat konvensional, kerja tidak langsung pada tempatnya 4. Jatuhnya obat langsung pada tempat kerja Alat DDS nasal modern(jatuhnya obat ditengah meatus)
Alat DDS nasal konvensional(obat harus di hirup terlebihdahulu, jadi obat tidak
menujutempat kerja langsung) 5. Dosis obat dapat diabsorbsi pada saluran nasal dengan maksimum (> 90%)
3.4. Sediaan DDS Intranasal Pemilihan bentuk sediaan tergantung pada obat yang digunakan, indikasi, pasien dan pemeriksaan terakhir. Empat formulasi dasar yang harus dipertimbangkan, yaitu larutan, emulsi dan bubuk kering. Semprot hidung Ketersediaan pompa dosis terukur dan , Biofarmasi nasal spray–dapat memberikan dosis yang tepat Intranasal Drug Delivery 25-200 um. Ukuran partikel dan morfologi dari obat dan viskositas formulasi menentukan pilihan pompa dan perakitan.
Tetes hidung Tetes hidung adalah salah satu yang paling sederhana dan nyaman dikembangkan untuk penghantaran. Kerugian utama dari ini adalah kurangnya presisi dosis tetes hidung mungkin tidak cocok untuk produk resep.
Nasal Gel Keuntungan dari nasala gel yaitu pengurangan dampak rasa karena mengurangi menelan, pengurangan
kebocoran
anterior formulasi,pengurangan
iritasi
dengan
menggunakan eksipien menenangkan / emolien dan sasaran pengiriman ke mukosa untuk penyerapan yang lebih baik.
Nasal Bubuk Ini bentuk sediaan dapat dikembangkan jika solusi dan Ponionic bentuk sediaan tidak dapat dikembangkan misalnya, karena kurangnya obat stabilitas. Keuntungan untuk bentuk
20
sediaan
serbuk
hidung
adalah tidak
adanya
bahan
pengawet
dan
stabilitas
superior formulasi. Namun, kesesuaian bubuk formulasi tergantung pada kelarutan, ukuran partikel, sifat aerodinamis dan iritasi hidung obat aktif dan / atau bahan pembantu. tetapi iritasi mukosa hidung dan pengiriman dosis terukur adalah beberapa tantangan formulasi. Umumnya, penyerapan bertindak melalui salah satu dari mekanisme berikut:
- Menghambat aktivitas enzim; - Mengurangi kekentalan lendir atau elastisitas; - Penurunan pembersihan mukosiliar; - melarutkan atau menstabilkan obat. Intranasal mikroemulsi Intranasal mikroemulsi merupakan salah satu pengiriman obat non-invasif untuk sirkulasi Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery 21 sistemik. Zhang dkk (2004) mempelajari serapan otak nimodipin oleh intranasal dengan surfaktan berbasis mikroemulsi dan menemukan tiga kali lipat lebih tinggi dari nimodipin dan rasio yang lebih tinggi AUC di jaringan otak dan cairan serebrospinal dengan yang di plasma. Vyas (2006) telah melaporkan bahwa formulasi mikroemulsi clonazepam digabungkan dengan agen mukoadhesif dipamerkan timbulnya tindakan lebih cepat diikuti dengan durasi berkepanjangan tindakan dalam pengobatan status epileptikus. Dalam penelitian lain, Vyas dkk dilaporkan cepat dan tingkat yang lebih besar dari transportasi obat ke dalam otak tikus setelah pemberian intranasal mukoadhesif mikroemulsi dari zolmitriptan dan sumatriptan. Mukesh dkk (2008) mempelajari pengiriman intranasal risperidone dan menyimpulkan bahwa jumlah yang signifikan dari risperidone dengan cepat dan efektif disampaikan ke otak dengan pemberian intranasal nanoemulsion mukoadhesif risperidone.
Biofarmasi – Intranasal Drug Delivery
22
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Sistempenghantaranobat
(Drug
Delivery
System)
Intranasal
adalahsuatuteknologipenyampaianobatalternatif yang diciptakanuntukmencapaitempatkerja yang optimal di intranasal.
MekanismeAbsorpsi
Intranasal
Mekanismemelibatkanruteberairtransportasi
terbagidua, yang
yaitu
dikenaldengan
paraselulardanMekanismemelibatkantransportasimelaluirutelipodial
yang
: proses
dikenalsebagai
proses transelular
Faktor-faktor yang mempengaruhi DDS intranasal:
1. Sifat Fisiko kimia Obat : Lipofilik-hidrofilik keseimbangan, Degradasi enzimatik dalam rongga hidung, Ukuran molekul. 2. Karakteristik sediaan Obat Intranasal : Formulasi (Konsentrasi, pH, osmolaritas), Obat distribusi dan deposisi, Viskositas 3. Sifat anatomi dan fisiologis dari rongga hidung : Mukosiliar, Dingin, rhinitis, Permeabilitas membran, pH lingkungan
Sediaan Intranasal dapat berupa semprot hidung, nasal gel, tetes hidung, nasal bubuk dan nasal mikroemulsi.
DAFTAR PUSTAKA Biofarmasi – Drug Delivery Sistem Intranasal
23
M.Alagusundaram, et.al.2010. Nasal Drug Delivery System. Department of Pharmaceutics, Annamacharya College of Pharmacy, India. Akhtar Ali, et al. 2012. intranasal drug delivery system. Institute of Pharmacy, Bundelkhand University, Jhansi (U.P), India Shargel., leon, Yu., Andrew, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, AIrlangga University Press, Surabaya. ANSEL H.C. :Introduction to Pharmaceutical Dosage Form.Lea Febiger. Philadelphia.1969. p. 54 - 70. Video :youtobe
Biofarmasi – Drug Delivery Sistem Intranasal
24